REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Perdana Menteri Pakistan Yousuf Raza Gilani dihukum karena menolak membuka kembali penyelidikan korupsi terhadap presiden, Kamis (26/4).
Mahkamah Agung menyatakan Gilani bersalah karena dianggap menghina pengadilan. Gilani menolak mematuhi perintah yang mengharuskannya mengajukan permohonan kepada otoritas Switzerland untuk membuka kasus tersebut.
Gilani menghadapi hukuman maksimal enam bulan penjara. Pengadilan memerintahkan dia harus mendekam di penjara hingga hingga sidang dimulai kembali. Namun, ia justru muncul di pengadilan tersenyum dan melambaikan tangan kepada para pendukungnya.
Menurut laman BBC, hukuman yang ditimpakan kepada Gilani hanya bersifat simbolis. Ia dipastikan tidak akan menghabiskan waktu di penjara.
Pertanyaan yang tersisa adalah apakah Gilani akan didiskualifikasi dari jabatannya saat ini. Dalam konstitusi Pakistan, siapapun yang dihukum karena memfitnah atau mengejek pengadilan dilarang menjadi anggota parlemen.
Para ahli hukum mengatakan proses mendiskualifikasi Gilani bisa memakan waktu lama yang melibatkan kepala parlemen dan komisi pemilu. Jaksa Agung Irfan Qadir mengatakan untuk saat ini Gilani tetap menjabat sebagai perdana menteri. Namun, hal itu dapat berubah jika kepala parlemen memutuskan sebaliknya.
"Jika kepala parlemen berpendapat keputusan pengadilan valid, ia akan meneruskannya kepada komisi pemilu. Begitu juga sebaliknya," ujar Qadir.
Bahkan jika Gilani kehilangan jabatannya, hal itu bukan berarti akhir dari Partai Rakyat Pakistan (PPP). Gilani adalah anggota PPP. PPP bisa saja menunjuk orang lain untuk menggantikan Gilani.