REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wangsi (40), terpaksa membawa jenazah suaminya, Herman Suherman (50) menggunakan angkot menuju rumahnya. Hal tersebut terpaksa dilakukan, setelah jenazah suaminya ditolak pihak puskesmas karena tidak sanggup menyewa ambulance seharga Rp 150 ribu.
Warga Kampung Kebon Kelapa RT 03/05 Desa Panenjoan Kecamatan Cicalengka Kabupaten Bandung ini akhirnya menggunakan angkot dengan biaya Rp 15 ribu.
"Suami saya pingsan di Puskesmas Cicalengka karena sakit, dan meninggal di sana," ujar Wangsi Ahad. (29/4). Ketika hendak membawa pulang jenazah, petugas Puskesmas menawarkan ambulance dengan biaya Rp 150 ribu.
Semula, ujar Wangsi, dirinya mendengar bahwa petugas kesehatan menawarkan biaya Rp 50 ribu dan sempat ditawar Rp 25 ribu. Namun, karena tidak bisa ditawar, akhirnya Wangsi membayar seharga Rp 50 ribu.
"Tapi saat bayar Rp 50 ribu, petugas Puskesmas katakan harganya Rp 150 ribu," ujarnya. Karena kemahalan, akhirnya Wangsi bersama anaknya mencari angkot.
Padahal, jarak Puskesmas hingga ke rumah Wangsi cukup dekat, sekitar satu kilometer. Petugas puskesmas, tambah Wangsi, mengatakan bahwa biaya pemulangan sebesar Rp 150 ribu itu sudah sesuai aturan.
"Saya saja naik angkot biasa bayar Rp 1000," keluhnya.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung Ahmad Kustijadi dihubungi melalui telepon mengungkapkan, persoalan Puskesmas Cicalengka hanya miss komunikasi saja.
"Dan mereka (Puskesmas) sudah saya tegur, dan telah menjelaskan ke pihak keluarga. Jadi saya harap masalahnya tidak diperbesar," katanya.
Menurut Kustijadi, dalam keadaan darurat, mobil ambulance sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk mobil jenazah.
"Kita punya Perda no 15 tahun 2011 tentang retribusi Yankes," ujarnya.
Diungkapkan Kustijadi, fasilitas kesehatan milik Pemda di luar Rumah Sakit, Penggunaan mobil ambulans dan jenazah dibawah atau sama dengan 3 km, Rp 100 ribu (pp).
"Kita saling koreksi semua pihak, terutama Puskesmas, karena mereka berada di bawah Dinas Kesehatan," tambahnya.