Senin 30 Apr 2012 14:37 WIB

Jelang Mayday, Union Busting Meningkat di Indonesia

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: Hafidz Muftisany
Demo Serikat Buruh (ilustrasi)
Foto: antara
Demo Serikat Buruh (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelanggaran terhadap hak berserikat bagi pekerja meningkat dalam lima tahun terakhir. Pengacara publik divisi litbang Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Restaria Hutabarat, menjelaskan banyak respons negatif dari perusahaan terhadap kesadaran buruh untuk membentuk serikat. 

"Jumlah kasus pelanggaran kebebasan berserikat dalam lima tahun terakhir relatif meningkat. Kecuali pada 2008 yang mengalami penurunan,"ungkap Restaria di kantor LBH Jakarta, Senin (30/4).

Akan tetapi, tuturnya, peningkatan tersebut direspons negatif oleh pengusaha dengan membatasi pengaruh serikat buruh dalam perusahaan. Buruh pun mencari cara untuk melawan tindakan pengusaha yang melanggar hukum.

Selama 2011, tutur Restaria, LBH Jakarta menerima 11 laporan pengaduan kasus pemberangusan serikat buruh (union busting). Dari laporan tersebut, ungkapnya, bentuk laporan yang dilakukan yakni mutasi, PHK pengurus dan anggota, skorsing, mengingkari keabsahan serikat pekerja, dan kriminalisasi.

Menurutnya, perusahaan pelaku union busting yang pernah dilaporkan ke LBH Jakarta pun tidak hanya perusahaan swasta. Perusahaan BUMN seperti PLN pun dilaporkan melakukan pelanggaran terhadap serikat pekerja. Pihak manajemen PT PLN pernah mengintervensi masalah internal serikat pekerja dengan hanya mengakui kepemimpinan Riyo Supriyanto dan menyangkal kepemimpinan Ahmad Daryoko.

Sementara, ujar Restaria, perusahaan swasta yang melakukan Union Busting, yakni PT.Lemonde, PT.Carrefour Indonesia, Bank Swadesi, British Internasional School, PT. Dok dan Perkapalan Koja Bahari, PT. Daya Cipta Kemasindo, Londre Indonesia, PT. Mayora Cibitung Bekasi, PT.Asiatex, PT. Indofood Sukses Makmur.

Padahal, tuturnya, Indonesia telah meratifikasi sejumlah instrumen HAM terkait jaminan kebebasan berserikat. Seperti Konvensi Internasional Labour Organization, No.187, Konvenan Internasional Hak Ekosob. Bahkan, ujarnya, UUD 1945 amandeman ke 4 dan UU. No.39 Tahun 1999 mencantumkan kebebasan berserikat sebagai HAM. "Cuma Undang-Undangnya tidak dilaksanakan," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement