Oleh: Chairul Akhmad
Dunia Islam mengecam keras pendudukan yang dilakukan Israel terhadap tanah Palestina. Sebagai bentuk protes terhadap Israel yang menguasai tanah suci ketiga bagi umat Islam itu, maka munculah fatwa yang melarang kaum Muslim datang ke tanah Zionis itu.
Dr Muhammad Saadi, salah seorang mufti di Kementerian Wakaf Mesir, mengatakan, masalah ini masih jadi perdebatan di antara para ulama. Apakah diperbolehkan mengunjungi Masjid Al-Aqsha menggunakan visa Israel ataukah tidak?
"Dan dalam hal ini ada dua jawaban; apakah Anda mengunjungi Al-Quds untuk kepentingan rakyat Palestina dan perjuangan Palestina? Ataukah kunjungan tersebut merupakan salah satu bentuk pengakuan dan normalisasi hubungan dengan Israel," kata Saadi.
Menurut dia, dari dua hal di atas muncullah dua pendapat yang berbeda; melarang kunjungan tersebut atau membolehkannya. Argumen pelarangan adalah karena berkunjung ke Al-Quds harus menggunakan visa Israel, maka itu merupakan pengakuan terhadap otoritas Israel atas Alquds. Maka hal ini terlarang untuk dilakukan. Karena dengan demikian, kita juga dianggap telah melakukan upaya normalisasi hubungan dengan Israel.
"Sedangkan bagi mereka yang membolehkan, berdalih bahwa visa yang kita gunakan itu tidak lantas merupakan pengakuan kita terhadap otoritas pendudukan. Dan jika kaum Muslimin tidak berkunjung ke Alquds, maka lambat-laun Alquds akan terasing dan terisolasi dari umat Islam, dan dikuasai sepenuhnya oleh penjajah Israel," imbuh Saadi.
Dan lanjut dia, dengan berkunjung ke Alquds, maka paling tidak kaum Muslimin dapat menghidupkan kembali ekonomi Palestina.
Syekh Faisal Mawlawi, wakil presiden Dewan Eropa untuk Fatwa dan Penelitian, tidak menganjurkan melakukan kunjungan ke Yerusalem, walaupun terdapat hadis nabi yang menganjurkan hal tersebut.
Menurut dia, kunjungan ke Yerusalem menggunakan visa Israel sama saja dengan mengakui pendudukan negeri Zionis itu. "Memang, pahala ibadah di Masjidil Aqsha sangat besar. Namun, kita tak dapat berkunjung ke sana tanpa adanya visa Israel. Ini masalah serius, karena merupakan pengakuan terhadap eksistensi otoritas Zionis," tegasnya.
Dan, lanjut Syekh Faisal, pengakuan dalam bentuk permohonan visa itu juga merupakan bentuk pengakuan kita terhadap penjajahan Israel yang menguasai bumi Palestina. Sementara mengakui Israel adalah haram, sebagaimana disepakati para ulama. Tidak ada perbedaaan dalam hal ini," kata dia.
Oleh sebab itu, Syekh Faisal menganjurkan umat Islam untuk bersatu dan bangkit untuk membebaskan Palestina dari cengkraman Yahudi. "Ini adalah kewajiban kita sebagai seorang Muslim," tandasnya. "Umat Islam harus menegakkan semangat jihad, karena itu merupakan kewajiban. Dengan demikian, barulah Palestina bisa dibebaskan."
Masalah lain, kata Faisal, jika kita menggunakan visa Israel untuk mengunjungi Yerusalem, maka Israel telah berhasil menyakinkan dunia bahwa penjajahannya terhadap Palestina adalah sah-sah saja. Israel mempunyai dalih bahwa ia tidak pernah mencegah umat Islam berkunjung ke Yerusalem, asal mereka menggunakan visa Israel.
Padahal, itu (visa Israel) juga merupakan bentuk dukungan dan pengakuan terhadap Zionis. "Oleh sebab itu, kami menyarankan seluruh kaum Muslimin untuk tidak berkunjung ke Yerusalem menggunakan visa Israel," tegas Faisal.
Terkait dengan banyaknya pahala yang tak dapat kita raih jika tidak melakukan ibadah di Masjid Aqsha, ia mengatakan masih banyak ibadah lain yang dapat dilakukan untuk mendapatkan pahala sebesar apa yang dijanjikan Allah di Masjidil Aqsha.
Sedangkan ulama Saudi, Dr Saud Al-Funisan, mengatakan tidak keberatan dengan kaum Muslimin yang mengunjungi Alquds, walau menggunakan visa Israel. "Meminta visa Israel itu tidak otomatis merupakan pengakuan kita terhadap legitimasi pendudukan. Justru dengan adanya kaum Muslimin yang berkunjung ke Alquds, akan dapat menghidupkan perekonomian saudara-saudara kita di Palestina," kata dia.
Dosen Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud ini menegaskan, meminta visa Israel untuk mengunjungi kerabat atau teman di Palestina tidak lantas merupakan pengakuan terhadap legitimasi penjajah Israel.
Syekh Al-Funisan bahkan mengutip hadis Nabi SAW yang menegaskan pentingnya menziarahi Masjidil Aqsha. "Kalau ada yang melarang kunjungan ke Alquds, hanya karena masalah visa Israel, maka itu merupakan bentuk pengingkaran terhadap hadis Nabi yang menyatakan, "Tidak ada perjalanan (ziarah) kecuali kepada tiga masjid: Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Masjidil Aqsha," kata dia.
Mungkin, kata Al-Funisan, keberatan ulama yang melarang kunjungan ke Israel itu didasari atas sikap negara-negara Islam dan Arab, yang tidak mau memboikot Israel. "Namun, saya tidak yakin kalau kaum Muslimin di Palestina tidak mau dikunjungi oleh saudaranya sesama Muslim, terutama ke Masjidil Aqsha, yang kini berada dalam pendudukan Yahudi."
Justru, Al-Funisan sangat menganjurkan kaum Muslimin untuk menziarahi Alquds (Yerusalem), dan bertemu dengan kaum Muslimin di Palestina.