REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Jelang pemiluhan umum Presiden Prancis, kabar mengejutkan datang dari diktator Libya Muammar Qaddafi yang diklaim memberikan dana kampanye kepada Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy. Jaksa Prancis saat ini sedang menyelidiki sebuah situs berita yang mengklaim memiliki bukti Qaddafi memberikan dana kampanye kepada Sarkozy, Senin (30/4).
Investigasi dilakukan setelah Sarkozy mengajukan keluhan resmi terhadap situs Prancis 'Mediapart'. Sarkozy membantah keras tuduhan yang dialamatkan kepadanya. Tahun lalu, salah satu putra Qaddafi menuding Sarkozy menerima dana kampanye.
Meskipun tidak ada bukti atas tudingan tersebut, Mediapart tetap menurunkan berita tersebut. Pada Sabtu pekan lalu, situs itu melaporkan telah memperoleh dokumen yang ditandatangani kepala intelijen Qaddafi, Moussa Koussa. Dalam dokumen 2006 tersebut, Sarkozy menerima 50 juta euro (Rp 594 miliar) untuk kampanye putaran pertama pada 2007.
Menurut kantor kejaksaan, Sarkozy melaporkan Mediapart dengan tuduhan membuat berita palsu. Ia melaporkan Eksekutif Editor Mediapart, Edwy Plenel dan dua orang jurnalis. Setelah penyelidikan, jaksa akan memutuskan apakah akan mengajukan tuntutan.
"Kami akan mengajukan gugatan terhadap Mediapart," ujar Sarkozy di televisi France 2 seperti dikutip AFP.
Sarkozy juga menuduh Mediapart sebagai penyambung lidah sayap kiri Prancis. Direktur Editorial Mediapart, Francois Bonnet membantah tuduhan itu. "Itu hanya fitnah," tegas dia.
Penantang sosialis Sarkozy dalam pemilihan presiden, Francois Hollande juga membantah tuduhan itu. Ia mengatakan tidak memiliki kaitan dengan Mediapart. Hollande juga menyatakan tidak perlu melakukan skandal semacam itu untuk memenangkan pemilihan presiden.
Sebuah jajak pendapat IPSOS yang diterbitkan Senin memperkirakan Hollande akan memenangkan putaran kedua dengan 47 persen suara. Jumlah tersebut menurun 12 poin jika dibandingkan dengan jajak pendapat yang dikeluarkan pada 22 April.