REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) masih mempertanyakan tawaran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada tersangka kasus suap proyek pembangunan Wisma Atlet Angelina Sondakh sebagai 'justice collaborator'.
"LPSK masih berkoordinasi dengan KPK guna menilai apakah Angelina Sondkah memenuhi syarat untuk mendapatkan proteksi dan 'rewards' sebagai 'justice collaborator'," kata Ketua LPSK Abdul Harris Semendawai pada diskusi 'Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Memberantas Korupsi' di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat (4/5).
Pembicara lainnya pada diskusi itu adalah peneliti pada Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gajahmada Yogyakarta Hifdzil Alim dan aktivis LSM Kompak Fadjroel Rachman.
Menurut Abdul Haris, KPK yang menilai dan memutuskan apakah tersangka kasus dugaan suap pada proyek pembangunan Wisma Atlet Angelina Sondakh memenuhi syarat atau tidak sebagai 'justice collaborator'. "Kami belum bisa mengatakan karena masih dalam proses," katanya.
Seorang tersangka bisa disebut sebagai 'justice collaborator', menurut dia, jika memenuhi beberapa syarat. Pertama, tersangka harus memiliki komitmen untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum.
Kedua, mengakui bahwa dirinya terlibat dalam kejahatan dan menjadi bagian dari kejahatan itu, mempunyai informasi penting dan signifikan untuk membongkar keterlibatan pihak-pihak lain, serta mengetahui bagaimana beroperasinya suatu kejahatan.
Ketiga, bersedia mengembalikan hasil kejahatan yang dimiliki dan mau memberi kesaksian di tingkat penyidikan dan pada proses peradilan. Kemudian keempat, tersangka bukanlah pelaku utama kejahatan tersebut. "Penegak hukum yang berhak menentukan seseorang sebagai pelaku utama atau bukan," katanya.
Abdul Haris menegaskan, untuk menjadi 'justice collaborator' seorang tersangka bisa mengajukan permohonan kepada KPK dan LPSK jika memenuhi kriteria di atas.
Di sisi lain, kata dia, penyidik juga bisa menawarkan yang bersangkutan untuk menjadi 'justice collaborator' jika dia memiliki informasi penting dan memastikan mendapatkan penghargaan yang layak atas sikapnya yang jujur dan konsisten.
Sementara itu, peneliti Pukat Universitas Gajahmada YogyakartaHifdzil Alim menilai, Angelina Sondkah belum pantas menjadi 'justice collaborator'. Jika KPK menawarkan dan menetapkan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat itu sebagai 'justice collaborator', menurut dia, hal itu merupakan langkah mundur bagi KPK.
Menurut dia, tawaran tersebut bisa dilakukan jika KPK sudah tidak mampu lagi mengungkap kasus tersebut. "Dalam beberapa kasus korupsi yang melibatkan sejumlah polisi ini, perjalanan penyidikannya masih panjang," katanya.
Hifdzil mengusulkan, lebih baik KPK melakukan penguatan hukum dengan berkoordinasi lebih intensif dengan lembaga penegak hukum lainnya, seperti Kejaksaan dan Kepolisian.