REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aksi tindak kekerasan dengan senjata api yang kian marak dinilai karena kepolisian lalai dalam pengawasan. Padahal, kepolisian merupakan lembaga yang memiliki wewenang penuh dalam pemberian izin penggunaan senjata api kepada warga sipil.
Penilaian itu diungkapkan Kriminolog asal Universitas Indonesia, Iqrak Sulhin, dalam sambungan telepon kepada Republika, Jumat (4/5). Iqrak menekankan, kepolisian seharusnya tidak hanya memberikan izin penggunaan senjata karena dasar kegunaan.
Menurut dia, pemberian izin juga harus menyertakan pendataan akan psikologis para pemegang senjata. "Selama ini kan pemberian izin hanya karena didasari kegunaannya saja," ujar dia.
Dia meragukan soal keakuratan data, apakah kepolisian memiliki data seberapa banyak izin yang telah dikeluarkan terhadapat pemegang senjata. Selain itu, dia juga menanyakan apakah izin tersebut selalu diikuti dengan pengawasan rutin.
Soal pengawasan, yang ditekankan Igrak, yakni apakah pemilik izin setelah jangka waktu dua sampai tiga tahun, senjata yang pergunakan masih dimiliki oleh orang dengan atau alamat yang sama. "Ini tidak ada," tegasnya.
Karena itu, Iqrak menyarankan agar kepolisian juga melakukan pendataan seputar kapabilitas pengguna, terkait psikologis dan mental. Dalam pengawasan tersebut, dia meminta agar dilakukan dalam jangka waktu satu tahun. Upaya tersebut dinilainya dapat meminimalisir tindak kekerasan menggunakan senjata api.