REPUBLIKA.CO.ID, PONTIANAK - Pasar Serikin menjadi salah satu pasar rakyat unik yang ada daerah perbatasan Indonesia-Malaysia. Meski pasar tersebut terletak di Serawak, Malaysia, 90 persen pedagang di pasar tersebut berasal dari Kalimantan Barat, Indonesia.
"Sebagian besar pedagang pasar Serikin berasal dari Kalimantan Barat, baik dari Pontianak, Mempawah, Kubu Raya, Sanggau, Bengkayang, Sekadau dan daerah lainnya. Sedangkan pedagang dari Malaysia menempati ruko yang berada tidak jauh dari lokasi pasar ini," kata Haryanto, salah seorang pedagang asal Kota Pontianak yang sudah empat tahun lebih berjualan di Pasar Serikin, Malaysia, Senin (7/4).
Sebalinya berbanding terbalik dengan para pedagang, mayoritas pembeli justru kebanyakan berasal dari Malaysia. "Kondisi itu lantaran, untuk mencapai pasar Serikin, masyarakat Malaysia hanya membutuhkan waktu satu setengah jam dari Kuching.
Selama ini, Pasar Serikin menjadi tempat mengais rejeki bagi para pedagang Indonesia yang menjual berbagai barang-barang asal Indonesia dengan harga murah. Kondisi pasar itu sendiri berada pada lahan sekitar dua hektare yang dialokasikan oleh Kerajaan Malaysia, dengan bentuk warung dan pondok sederhana yang jumlahnya mencapai 300 unit dan dibangun di sisi jalan sempit.
Pasar itu bisa dibilang semrawut karena jalan pada pasar tersebut tak hanya dilalui oleh para pejalan kaki, namun juga di lalui kendaraan bermotor dan tanpa adanya aturan lalu lintas. Kondisi itu tak membuat pasar yang dibuka setiap Sabtu dan Minggu sepi dari pembeli.
"Untuk berdagang di sini, kami dikenakan biaya keamanan dan kebersihan sebesar lima ringgit setiap pekannya. Kalau tidak menggunakan angkutan sendiri, pedagang harus mengeluarkan biaya 45 ringgit untuk ongkos angkutan dari Tebedu-Serikin," tuturnya.
Warga Kota Baru, Pontianak itu mengatakan, biasanya seorang pedagang dalam satu minggu mengeluarkan biaya sekitar 90 ringgit. Itu belum termasuk untuk biaya makan dan minum selama mereka di Malaysia.
"Sementara pendapatan pedagang, berkisar 1.000-1.500 ringit perhari. Dengan penghasilan yang lumayan besar itu, kita rela untuk jauh-jauh datang ke Serikin setiap pekan guna mengais rejeki," katanya.
Sementara itu, Dina, pedagang Pasar Serikin lainnya yang berasal dari Sanggau mengatakan, dia sudah berjualan di pasar tersebut lebih dari tiga tahun. "Saya di sini menjual pakaian, seperti batik, baju kaos dan pernak-pernik lainnya. Saya beli dari Jogja dan Bandung, dan saya jual kembali di sini, karena kita bisa menjualnya dengan harga yang cukup mahal namun murah bagi masyarakat Malaysia," tuturnya.
Dina juga mengatakan, cukup banyak barang-barang yang dijual di sana, mulai dari barang kelontong, pakaian, makanan, hingga kerajinan tangan mudah didapat di sana. Tentunya dengan harga yang murah bagi kantong penduduk Malaysia.
Menurut dia, Pasar Serikin juga menjadi surga bagi kolektor barang antik bagi para kolektor asal Malaysia, karena di sana juga dijual jam tangan dan jam dinding tua, kamera model lama, dan barang-barang antik lainnya. "Yang jelas, pasar Serikin ini cukup populer bagi masyarakat Malaysia, makanya pasar ini tidak pernah sepi dari pelanggan," tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pengusaha dan Pedagang Perbatasan Indonesia yang juga menjabat Ketua Komite Tetap Perdagangan Perbatasan Kadin Kalbar Thalib mengatakan, saat ini sekitar 700 pedagang Indonesia berjualan di sana.
Namun, dalam waktu dekat, pedagang Indonesia yang mengadu nasib dengan berdagang di Pasar Sabtu-Minggu Serikin, Malaysia, rencananya akan direlokasi. Mereka akan diberikan fasilitas berjualan di pasar tradisional/rakyat Entikong, kabupaten Sanggau.
"Mereka berjualan di sana sudah 4,7 tahun. Dulunya mereka pedagang perbatasan Entikong," kata Thalib.
Para pedagang tersebut bekerja tanpa ada jaminan hukum di negara Jiran. Menurut Thalib, sejumlah warga Malaysia yang ditemuinya menyambut baik jika aktifitas tersebut dipindah ke Entikong.
Apalagi, jarak Kuching-Tebedu lebih dekat dibandingkan ke Serikin, selain jalannya yang juga lebih baik.
"Kontribusi para pedagang pun bisa didapatkan daerah jika relokasi itu dilakukan. Selama satu minggu, pedagang harus mengeluarkan 40 ringgit untuk biaya menginap selama Sabtu dan Minggu di Serikin," kata Thalib.