REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) Teguh Juwarno menilai, KPK memberikan perlakuan berbeda terhadap tersangka kasus dugaan korupsi.
"Perlakuan berbeda terlihat dari sikap KPK terhadap dua tersangka kasus dugaan korupsi, Wa Ode Nurhayati dan Angelina Sondakh," kata Teguh Juwarno usai diskusi "Dialog Pilar Negara: Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN" di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin.
Wa Ode Nurhayati adalah anggota DPR RI dari Fraksi PAN yang menjadi tersangka pada kasus dugaan korupsi Dana Percepatan Infrastruktur Daerah (DPID).
Sedangkan, Angelina Sondakh adalah anggota DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat yang menjadi tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Wisma Atlet untuk SEA Games di Palembang.
Teguh mencontohkan, perlakukan tidak adil KPK terhadap kedua tersangka tersebut, Angelina Sondakh ditawari hukuman lebih ringan jika bersedia menjadi "justice collaborator", sedangkan Wa Ode Nurhayati tidak.
"Padahal, Wa Ode kooperatif terhadap penyidik dan memiliki banyak informasi dan data untuk mengungkap kasus dugaan korupsi DPID yang lebih besar," katanya.
Selain itu, kata dia, Wa Ode dikenakan pasal pada UU tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), padahal dari bukti yang ada tidak cukup kuat.
Sementara itu, KPK tidak mengenakan pasal pada UU tentang TPPU terhadap Angelina Sondakh, meskipun Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pernah mengusulkan agar mengenakan pasal pada UU tentang TPPU.
"Saya melihat KPK tidak menerapkan penegakan hukum yang adil terhadap tersangka kasus dugaan korupsi, antara Wa Ode Nurhayati dan Angelina Sondakh," katanya.
Anggota Komisi I DPR RI ini menambahkan, sejak sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Wa Ode sudah bersuara lantang siap membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap dugaan korupsi DPID.
Menurut dia, seharusnya Wa Ode yang lebih pantas ditawari menjadi "justice collaborator".
Untuk kasus dugaan korupsi pada kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games dan proyek pembangunan pusat olahraga Hambalang, menurut dia, yang lebih pantas ditawari menjadi "justice collaborator" seharusnya Muhammad Nazaruddin.