REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG---Sri Kusnirawati, guru Sekolah Dasar Negeri 194 Palembang, tidak membantah dilanda kecemasan saat Ujian Nasional berlangsung. "Bukan hanya murid dan orangtua saja yang cemas, tapi guru juga. Malahan guru yang benar-benar waswas karena takut siswa tidak lulus," kata Sri.
Ia menyatakan, tak henti-hentinya mendoakan para siswa lulus ujian, mengingat keberhasilan pada evaluasi belajar tahap akhir itu menentukan kelanjutan pendidikan pada tingkat Sekolah Menengah Pertama.
Setiap siswa harus menyertakan sertifikat kelulusan Ujian Nasional (UN) untuk mendaftar pada sekolah SMP yang dituju.
"Saya benar-benar berdoa agar murid-murid bisa lulus semua. Jika ada yang tidak lulus satu orang saja, saya pasti sedih sekali," papar guru lulusan FKIP Unsri ini.
Ia tidak membantah, UN menjadi momok yang menakutkan bagi para siswa karena menerapkan standar nasional. "UN soalnya dari pusat, berbeda dengan Ujian Sekolah yang dibuat oleh guru-guru di lingkungan kecamatan setempat. Ini yang membuat berbeda menurut pemikiran siswa," katanya.
Sementara guru mengkhawatirkan para siswa tidak mampu mengerjakan soal UN karena materi pelajaran belum menjangkaunya. "Tidak lulus Ujian Nasional seperti hilang segalanya, padahal bukan seperti itu sebenarnya. Ini yang kurang dipahami masyarakat," kata ibu dua putra ini.
Siswa yang gagal dapat mengikuti Ujian Nasional susulan untuk memperbaiki kegagalan. "Ujian Nasional sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan, tapi penilaian yang melekat di masyarakat sudah terlanjur berkembang. Apalagi, berbagai kecurangan yang diungkap media membuat Ujian Nasional menjadi perhatian masyarakat," ujar guru kelahiran Palembang, 24 November 1960 ini.