REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Aksi corat-coret seragam sekolah para siswa kerap membuat gerah banyak orang. Tak hanya merusak, aksi ini juga terbilang mubazir karena seragam itu masih dapat digunakan. Pakar pendidikan Utomo Dananjaya mengaku prihatin dengan aksi corat-coret seragam.
Namun, di balik itu, ada baiknya kita memahami mengapa mereka melakukan aksi itu. "Saya tentu tidak setuju dengan aksi corat-coret, apalagi jika pelakunya siswa sekolah dasar. Anak-anak ini seharusnya mendapat pendidikan karakter yang baik," kata Utomo.
Lebih lanjut, pakar pendidikan dari Universitas Paramadina itu menjelaskan penyebab anak-anak usia SD tersebut melakukan aksi corat-coret kemungkinan karena tertekan Ujian Nasional.
Utomo menyayangkan aksi corat-coret seragam sekolah yang setiap tahun terjadi usai pelaksanaan UN baik tingkat SMA maupun SMP bahkan saat ini sudah menjalar ke anak-anak SD. "Ini disebabkan karena mereka tertekan saat Ujian Nasional, begitu selesai mereka merasa bebas melakukan apa saja terutama di kota-kota besar," tambah dia.
Utomo menilai bahwa Ujian Nasional tidak menjadikan anak giat belajar tapi membentuk jiwa anak tertekan sehingga melakukan upaya apa saja untuk berhasil dalam ujian misalnya berbuat curang, menyontek, membeli naskah ujian dan kunci jawaban.
Utomo juga mengaku setuju dengan putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi gugatan Ujian Nasional (UN) yang diajukan pemerintah pada 2009. UN dinilai cacat hukum dan pemerintah dilarang menyelenggarakan UN. "MA sudah memutuskan bahwa UN itu cacat hukum, bukan UN-nya yang salah tapi UN itu mengabaikan hak-hak asasi manusia karena menimbulkan rasa takut," ujar dia.