REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Guru Besar Universitas Udayana Wayan Windia menegaskan organisasi pengairan tradisional dalam bidang pertanian (subak) yang merupakan warisan turun-temurun di Bali dapat berfungsi sebagai pengendali pencemaran air.
"Subak fungsi utamanya membagi air untuk pengairan irigasi secara adil sesuai dengan luasan lahan yang digarap masing-masing petani," kata Prof.Dr. Wayan Windia, M.S. yang juga Ketua Badan Penjaminan Mutu Unud di Denpasar, Jumat (10/5).
Berbagai pihak, kata dia, kini sedang berupaya mendorong subak untuk bergerak dalam bidang ekonomi dengan harapan mampu memberikan manfaat yang lebih besar kepada petani. "Dengan masuknya unsur ekonomi dalam sistem subak akan mampu memperkuat subak dalam mengangkat harkat dan martabat petani," tutur Prof. Windia.
Subak sebuah sistem yang berwatak sosio kultural mengalami perubahan dan perkembangan. Namun, tetap menjadi penyangga kebudayaan Bali.
Dalam aktivitas subak terdapat kegiatan kebudayaan seperti halnya yang terjadi di desa adat (desa Pekraman).
Subak dalam perkembangan mengalami proses transformasi dengan melakukan aktivitas budaya. Kondisi itu tercermin dengan adanya tempat suci (pura) dalam setiap sistem subak.
Profesor Windia yang juga ketua grup riset sistem subak perguruan tinggi tersebut mengatakan bahwa subak dalam perkembangannya mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi bidang pertanian yang mengandung kearifan lokal.
Ia lantas memaparkan kearifan lokal itu, antara lain menyangkut agama, budaya, lingkungan, ekonomis, hukum, dan institusional. "Kearifan religius yang terkandung dalam organisasi subak, terfokus pada keyakinan tentang ketuhanan, spiritualitas yang merupakan roh kehidupan organisasi pengairan bidang pertanian," Demikian Ketua Badan Penjaminan Mutu Unud, Windia.