REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Priyantono Oemar
Ular itu melingkar di ranting pohon. Komandan Tim Peneliti 2 Ekspedisi Khatulistiwa Hulu Sungai Tengah (HST), Kalimantan Selatan, Kapten Mar Tantahara, hampir menubruknya di Gunung Pindihan ketika di ketinggian 730 mdpl menuju Gunung Tilai.
Kepala ular itu segitiga, ekornya merah. Ini adalah cirri-ciri ular berbisa. Tantahara, Serda Asep Saepudin, Serda Suwito, Serda Sugiarta, dan peneliti UGM Kukuh Indra berupaya menangkap ular yang kemudian diketahui berpanjang lebih dari 100 cm itu.
Kukuh merasa mimpi melihat ular Trimeresurus sumatranus itu. ‘’Ini ular yang sangat langka, dikenal hidup di Sumatra,’’ ujar Kukuh.
Turun dari Tilai pada 2 Mei, Kukuh perlu mengonfirmasi keberedaan ular ini mengirimkan foto ular itu ke kolega-koleganya. Beberapa kolega iri begitu melihat foto ular ini. Kolega di Jerman juga takjub dan mengonfirmasi ular ini memang sudah sangat langka. ‘’Bahkan kolega Jerman ini tertarik mengetahui DNA-nya,’’ ujar Kukuh, Jumat (11/5).
Di Kalimantan, yang diketahui adalah subspesies ular ini, yaitu Trimeresurus sumatranus Malcolmi. Subspesies ini dipublikasikan pada 1938, berdasarkan temuan di Gunung Kinabalu.
Tim HST telah mendapatkan beberapa jenis ular. Ada ular viper daun (anakan) yang dipergoki Tantahara saat sedang tidur di daun. Ada lagi adalah ular viper palsu (Psammodynastes sp) dan ular viper daun (Trimeresurus borneensis) dewasa. Tim menangkap ular viper itu di pokok pohon di Gunung Pindihan. Di Gunung Paku, Tim menangkap viper daun dewasa di akar-akar pohon. Ada juga viper hijau (Tropidolaemus wagleri) yang juga berbisa.
Selama tiga minggu gerakan pertama, Tim telah mengumpulkan 58 spesies reptil dan amfibi. Digabung dengan hewan lainnya, Tim Ekspedisi HST mendapatkan 72 spesies selama tiga minggu gerakan. Didapatkan pula kodok sungai Bufo asper. Spesies lain dari kodok ini, yaitu kodok Bufo juxtasper, ditemukan Tim Ekspedisi Khatulistiwa Putussibau, Kalimantan Barat. Kodok ini bisa bertahan hidup selama 10 hari di darat.