Senin 14 May 2012 11:04 WIB

AS: Perlu Transparansi dari Korut dan Cina

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Dewi Mardiani
  Pasukan Korea Utara saat parade militer di lapangan Kim Il Sung, Pyongyang, Korea Utara.
Foto: Ng Han Guan/AP
Pasukan Korea Utara saat parade militer di lapangan Kim Il Sung, Pyongyang, Korea Utara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Amerika Serikat (AS) mengakui Korea Utara adalah negara yang sulit dimengerti di kawasan Asia Pasifik. Panglima Komando Armada ke-7 Angkatan Laut AS, Laksamana Madya Scott H Swift, mengatakan negara berideologi komunis tersebut menjadi salah satu perhatiannya.

"Masalah utama Korea Utara adalah kurangnya transparansi sehingga sulit memaknai tindakan mereka," ujarnya saat menerima kunjungan wartawan di kapal komando USS Blue Ridge (LCC-19) 7th Fleet, di Jakarta, Ahad (13/5). Ia mencontohkan soal perkembangan militer Cina yang pesat.

"Untuk apa militer Cina berkembang? Apa maksudnya?" katanya. Menurutnya, karena itulah perlu adanya transparansi, sehingga dunia tidak salah memahami perkembangan Cina. Namun, ia menyatakan hal tersebut sebenarnya wajar, mengingat kehadiran Cina secara global membutuhkan jumlah militer yang banyak.

Swift yang sebelumnya merapat di Vietnam sebelum ke Indonesia, mengatakan sudah menjadi tugas utamanya membangun hubungan baik dan melakukan dialog dengan negara di Asia Pasifik. Dialog dibutuhkan untuk mengerti makna aksi suatu negara, sehingga tidak berprasangka.

Ia menyebutkan Indonesia, Malaysia, Filipina, Kamboja, Vietnam, Jepang, India, dan Australia sebagai negara yang mudah diajak bekerja sama. Swift memimpin kapal komando USS Blue Ridge (LCC-19) 7th Fleet. Kapal berusia 45 tahun tersebut merapat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Sabtu (12/5). Seventh Fleet sudah tiga kali merapat di perairan Indonesia.

Kapal berisi 650 kru ini membawa misi diplomatik menjaga hubungan kemitraan dengan pemerintah dan kalangan militer Indonesia. Mereka tidak akan melakukan latihan gabungan dengan angkatan laut Indonesia. Selama lima tahun terakhir kapal secara konsisten melakukan patroli dan melakukan kesepakatan dengan negara-negara sekitar kawasan Samudra Hindia.

Mereka melakukan pelatihan taktis, meliputi cara mengatasi bencana kemanusiaan, pemulihan pasca bencana dan mengatasi penyelundupan. Kapal dijadwalkan merapat hingga esok, Selasa (15/5).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement