REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN - Partai konservatif Kristen Demokrat Kanselir Jerman Angela Merkel mengalami kekalahan memalukan, Ahad (13/5). Partai oposisi tengah kiri Sosial Demokrat dan Partai Hijau bersama-sama memenangkan 50,4 persen suara pada pemilihan di North Rhine-Westphalia Utara. Hasil tersebut memberi mereka suara mayoritas di badan legislatif negara.
Dukungan bagi Merkel turun drastis menjadi 26,3 persen atau turun dari 34,6 persen pada 2010. Hasil tersebut adalah hasil terburuk sejak Perang Dunia II.
"Kemungkinan besar kanselir berikutnya berasal dari Sosial Demokrat," ujar Sekretaris Jenderal partai tersebut Andrea Nahles saat memberi pernyataan di televisi ARD.
Anggota parlemen konservatif senior Peter Altmaier mengatakan hasil pemilu tersebut merupakan kekalahan pahit bagi Merkel. Suara bagi Partai Sosial Demokrat naik menjadi 39,1 persen dari 34,5 persen.
Sekitar 13,2 juta warga Jerman terdaftar sebagai pemilih negara bagian barat yang meliputi Cologne, Duesseldorf dan daerah industri Ruhr. Jumlah pemilih hampir tidak berubah di kisaran 59,6 persen.
Sementara jajak pendapat nasional menunjukkan Jerman mendukung sikap pro-penghematan Merkel di Eropa, tokoh Kristen Demokrat Peter Hintze mengatakan pemilih di North Rhine-Westphalia melihat defisit anggaran daerah sebagai tema yang abstrak.
Di majelis rendah, Merkel membutuhkan dukungan Partai Sosial Demokrat untuk memenangkan dua pertiga mayoritas untuk pakta anggaran disiplin Eropa. Mereka belum menentukan harga meskipun telah meminta pajak atas transaksi keuangan.
Kekalahan Merkel diikuti kemunduran atas kebijakan penghematan Merkel terhadap krisis utang zona euro Prancis dan pemilihan presiden Yunani. Terlepas kekalahan di Nort Rhine-Westphalia, peringkat popularitas Merkel di keseluruhan Jerman masih tinggi.
Jajak pendapat nasional saat ini menunjukkan partai konservatif miliknya masih yang terbesar. Jajak pendapat memperkirakan mayoritas parlemen tidak akan memilih Demokrat Sosial dan Partai Hijau. Itu menunjukkan Merkel masih bisa berharap menang saat pemilihan nasional, meskipun mungkin dengan mitra koalisi baru.