Selasa 15 May 2012 13:47 WIB

Mogok Makan Tahanan Palestina, Perjuangan Tanpa Kekerasan

Rep: Lingga Permesti/ Red: Karta Raharja Ucu
 Seorang warga Palestina berdiri di belakang replika penjara, saat berunjuk rasa mendukung aksi mogok makan tahanan Palestina dalam penjara Israel.
Foto: Majdi Mohammed/AP
Seorang warga Palestina berdiri di belakang replika penjara, saat berunjuk rasa mendukung aksi mogok makan tahanan Palestina dalam penjara Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Kabar setujunya tahanan Palestina menghentikan mogok makan, menyebar cepat ke seantero negeri. Tak hanya warga Palestina yang gembira dengan kabar itu, tapi Utusan Khusus Kuartet untuk Timur Tengah yang juga mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair juga menyambut baik kesepakatan yang dibuat Pemerintah Israel yang bersedia memenuhi tuntutan para tahanan Palestina tersebut.

Keberhasilan negosiasi yang dimediasi Mesir tersebut merupakan bukti perjuangan tanpa kekerasan memiliki kekuatan besar. Mark Regev, Juru bicara Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu, menilai kesepakatan ini sebagai jawaban dari permintaan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas.

"Kami berharap kesepakatan membangun kepercayaan di antara semua pihak dan untuk perdamaian lebih lanjut," kata Regev.

Badan Intelijen Mesir, Shin Bet juga membenarkan kesepakatan tersebut. Kesepakatan ini juga disampaikan kepada enam tahanan administratif yang sudah mogok makan sampai 76 hari. Pengacara yang mewakili para tahanan, Jawad Bulus, juga menyampaikan berita baik ini kepada dua tahanan yang mogok makan selama 76 hari, yakni Bilal Diab dan Thaer Halahla. Namun, keduanya keukeuh tidak akan makan sampai penahanan admistratif dicabut.

Shin Bet mengatakan, Israel berkomitmen untuk menghentikan aksi teror di dalam penjara. Israel juga sepakat untuk menyerahkan jasad 100 warga Palestina yang terbunuh dalam sejumlah aksi menentang Isral. Namun, jika ada tahanan yang melanggar kesepakatan dan memulai lagi mogok makan, kata Shin Bet, maka Israel akan menunda komitmen terkait sel-sel isolasi dan kunjungan keluarga.

"Para tahanan berjanji untuk berhenti merencanakan dan melakukan serangan dari dalam penjara melalui jaringan yang memungkinkan kontak dengan dunia luar," kata pernyataan tersebut.

Pekan lalu, Mahkamah Agung Israel menolak permintaan para tahanan untuk dibebaskan tanpa diadili. Para tahanan mengatakan, aparat keamanan Israel harus mempertimbangkan melepaskan mereka karena alasan medis. Pengadilan mengatakan penahanan administratif perlu dilakukan karena untuk memerangi teror.

Sebulan lalu, Israel membebaskan tahanan mogok makan, Khader Adnan, seorang anggota Jihad Islam. Dia setuju untuk mengakhiri aksinya setelah 66 hari dengan imbalan janji untuk tidak memperpanjang masa penahanannya.

Sebelumnya, sekitar 1.600 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel sepakat untuk mengakhiri aksi mogok makan, Senin (14/5) waktu setempat. Pemerintah Israel setuju memenuhi tuntutan para tahanan untuk menghentikan penahanan secara administratif.

Kesepakatan yang dimediasi Mesir tersebut juga berisi janji Israel untuk memberikan akses kunjungan anggota keluarga para tahanan. Tak hanya itu, kesepakatan juga berisikan kesepakatan Israel mengakhiri sel isolasi yang telah menarik kecaman dunia internasional.

"Semua faksi sudah menandatangani kesepakatan untuk menghentikan mogok makan," kata Ketua Klub Tahanan Palestina Qadura Fares kepada AFP.

Sepertiga dari 4.800 warga Palestina mulai menolak makanan sejak 17 April. Beberapa di antara mereka bahkan mogok makan sampai 77 hari.

sumber : AP/Reuters/Alarabiya
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement