REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Salah satu Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Gayus T Lumbuun menolak anggapan bahwa peningkatan kapabilitas calon hakim agung bisa dilatih di MA. Anggapan tersebut, menurut dia, sama sekali tidak benar.
Pada alasan yang ada, jelas dia, MA bukanlah tempat bagi para hakim agung untuk belajar. Sebab, MA merupakan tempat praktik memutus perkara. Selain itu juga menjadi tempat yang memberi keadilan kepada masyarakat. "Jadi bukan tempat belajar," tegas Gayus, Selasa (15/5).
Kendati demikian, Gayus mengatakan apa yang telah dilakukan Komisi Yudisial (KY) sudh benar, terkait meluluskan hanya 12 hakim agung. Jumlah itu kurang dari harapan DPR RI yang meminta sebanyak 15 hakim agung.
Menurut Gayus, apa yang dilakukan KY sudah seharusnya seperti itu. KY, ujarnya, tidak perlu memaksakan diri untuk memenuhi target tersebut jika sumber daya yang terseleksi tidak mencukupi.
Selain itu, Gayus menghormati tiga kriteria yang ditetapkan KY, terkait kapabilitas, kredibilitas, dan kesehatan. Menurut dia, pada ketiga kriteria tersebut, kesehatanlah yang menjadi sangat penting. Mengingat seorang hakim agung akan tetap bekerja hingga memasuki usia 70 tahun.
Karena itu, dia tidak menginginkan kesehataan menjadi gangguan hakim agung yang tengah bekerja. "Jangan sampai kalah dengan usia," ujarnya.