Kamis 17 May 2012 08:23 WIB

Korban Bom Fosfor Israel, Muslimah Palestina: Aku tidak Takut Mati (1)

Bom fosfor putih
Bom fosfor putih

REPUBLIKA.CO.ID, Randa duduk tenang melipat kedua tangannya di depan dadanya, di sudut rumah seorang kawan, di suatu malam, di Madinah, Gaza. Wajahnya yang manis menyembul cantik dari balik jilbab hitamnya. Matanya yang besar memancarkan sinar kesabaran seorang perempuan yang berjuang menahan sakit dan penderitaan karena kanker ganas di payudaranya.

 

Dada perempuan berusia 39 tahun yang ditutupi jilbab dan kedua tangannya itu sudah “tipis.” Empat kali operasi pengangkatan kanker serta 20 kali kemoterapilah yang menyebabkan tipisnya dadanya. Pada operasi keempat, bekas-bekas luka di payudaranya harus “ditambal” dengan kulit dari pahanya.

Dalam pertemuan dengan relawan SA malam itu, ibu beranak lima itu sedang bersiap melakukan perjalanan lagi ke luar Gaza untuk memeriksakan benjolan dan cairan baru yang tumbuh lagi di bekas operasi yang sama.

“Kemana kau akan pergi memeriksakan benjolan di bekas payudaramu, Randa?” 

“Tel Aviv. Di rumah sakit khusus kanker,” jawabnya perlahan. Tenang.

Kenapa Tel Aviv? Itu “ibu kota Israel” yang sudah 64 tahun menjajah Palestina, membunuhi dan memenjarakan warga Palestina yang ada di Tepi Barat Sungai Yordan, yang mengebom, meroket dan merobek-robek tubuh bayi, anak-anak sampai nenek-nenek di Gaza! Bukankah pada pergantian tahun 2008 – 2009 lalu orang-orang Zionis di Tel Aviv itu yang menghujani negerimu Gaza dengan segala persenjataan canggih yang mereka dapat dari Amerika Serikat, menyiramkan bom fosfor putih yang dilarang oleh semua konvensi internasional, sehingga membunuh dan membakar begitu banyak orang Gaza?

Pada 22 hari 22 malam Perang Furqan itu, air, tanah dan udara Gaza dipenuhi serbuk putih beracun yang kemudian menyebabkan ibu-ibu keguguran, bayi-bayi cacat, dan orang-orang yang semula sehat seperti Randa kemudian menderita kanker dan berbagai penyakit degeneratif ganas lainnya.

“Betul. Bahkan, aku mulai menderita kanker empat bulan sesudahnya. Dokter bilang, kankerku disebabkan racun kimiawi dari bom fosfor putih itu,” kata Randa menghela nafas.

“Lalu kenapa kau berobat ke Tel Aviv?”

“Karena tidak ada fasilitas pengobatan untukku di Gaza sesudah Zionis mengepung kami selama lima tahun ini. Kau lihat sendiri, Gaza mengalami krisis listrik dan obat-obatan,” jawab Randa. “Tidak ada rumah sakit yang bisa menangani kondisiku di Gaza ini. Maka, Tel Aviv.”

“Kenapa bukan Kairo? Meskipun sulit untukmu menembus pintu perbatasan Rafah (yang menghubungkan Gaza dengan Mesir), setidaknya kau tidak harus berobat di tempat mereka yang justru membuatmu, dan banyak orang Gaza lainnya, sakit!”

“Itu betul. Tapi Kairo terlalu jauh. Butuh enam jam perjalanan dari Rafah ke Kairo. Aku masih punya anak-anak yang kecil, jadi aku tidak mungkin  berobat ke Kairo,” ujar ibunda Sarah (14 tahun), Usamah (13 tahun), Aya (11 tahun), Bilal (7 tahun) dan Maryam (5 tahun) itu.

 

sumber : sahabat al aqsha
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement