Jumat 18 May 2012 06:21 WIB

Memaknai Takdir dalam Kecelakaan Pesawat Sukhoi

Petugas SAR dan TNI mengevakuasi jenazah korban Sukhoi ke helikopter di Helipad Lapangan Pasir Pogor, Cipelang, Cijeruk, Kabupaten Bogor, Selasa (15/5).
Foto: Aditya Pradana Putra/Republika
Petugas SAR dan TNI mengevakuasi jenazah korban Sukhoi ke helikopter di Helipad Lapangan Pasir Pogor, Cipelang, Cijeruk, Kabupaten Bogor, Selasa (15/5).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dr HM Harry Mulya Zein

 

Selama sepekan, publik Indonesia dikejutkan pemberitaan jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di Gunung Salak, Bogor. Sekitar 45 orang dipastikan meninggal dunia dalam kecelakaan pesawat buatan pabrikan Rusia itu.

Kesedihan semakin mendalam tatkala hingga pekan ini, proses evakuasi dan identifikasi korban meninggal yang dilakukan Tim SAR belum selesai. Media baik cetak dan elektronik terus mengulang-ulang proses evakuasi dan identifikasi jenazah korban. Tentu saja, kondisi ini membuat keluarga korban semakin dirundung kesedihan. Simpati pun berjatuhan dari masyarakat Indonesia.

Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Allah yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Allah, yaitu informasi Allah melalui Alquran dan hadis.

Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi. Untuk memahami konsep takdir, jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir. Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.

Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manuisa hanya tahu takdirnya setelah terjadi.

Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinilainya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah SWT juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid QS. 57:23).

           

Takdir memang takdir. Tetapi tidak semua kejadian yang menimpa kita merupakan takdir dari Allah SWT. Semoga dibalik semua itu kita dapat memetik pelajaran berharga.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement