REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lenong merupakan salah satu kebudayaan Betawi. Namun keberadaannya terus tergerus oleh budaya luar.
Seorang seniman betawi, Harry de Fretes mengakui hal itu. Saat ini, kata Harry, lenong telah kalah pamor dengan budaya tontonan dari luar. Harusnya, lanjut Harry, Lenong terus mendapat tempat di hati masyarakat.
"Dengan kemasan yang baik, saya yakin lenong bisa jadi kesenian yang punya tempat di hati masyarakat," ucapnya.
Menurut pria yang terkenal lewat "Lenong Rumpi" ini, lenong bukan hanya sekedar lawakan untuk membuat penonton tertawa. Namun haruslah lebih dari itu. "Kesenian Betawi ini harus menyelipkan pesan-pesan kebaikan," katanya.
Hal ini dimaksudkan agar lenong tak mudah dilupakan orang. Bagi siapa saja yang menontonnya, diharapkan mampu membekas sehingga kesenian lenong bisa terus dilestarikan.
Pria kelahiran Hannover, Jerman Barat, 44 tahun silam ini yakin, budaya dan kesenian bisa terus lestari asalkan kaum muda punya keinginan meneruskannya. Menurutnya, semangat dan motivasi memajukan kesenian akan terbatas jika anak muda tidak memiliki wadah berekspresi.
Untuk itulah, Harry de Fretes bersama sejumlah rekannya komit menggelar "Ekspresi Pentas Anak Sekolahan (Petasan)".
"Saat ini masih konsen di sini karena kesenian. Betawi kan luas, tapi yang terpopuler adalah lenong, jadi kita coba ini dulu," katanya.