REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan pemerintah untuk menunda pemberhentian Gubernur Bengkulu nonaktif, Agusrin Najamuddin, bisa menghambat roda pemerintahan di Bengkulu. Pasalnya, Pelaksana Tugas (PLT) Gubernur Bengkulu saat ini, Junaidi Hamsyah, tidak bisa mengambil kebijakan strategis.
"Kalau dikatakan hambatan, bisa saja terhambat," kata Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Reydonnyzar Moenek, yang ditemui di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) usai menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) Jakarta, Selasa (22/5).
Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Pusat memenangkan gugatan Yusril Ihza Mahendra atas Keputusan Presiden (Keppres) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tentang pengangkatan Junaidi Hamsyah menjadi Gubernur Bengkulu definitif menggantikan Agusrin. Akibat putusan sela itu, Keppres tersebut tidak berkekuatan hukum mengikat hingga pokok perkara berkuatan hukum tetap.
"Hakim PTUN mengabulkan permohonan putusan sela yang diajukan oleh Agusrin M Najamudin, Senin (14/5) sore kemarin. Alhasil Keppres No 48/P/2012 tanggal 2 Mei 2012 yang mengesahkan pengangkatan Junaidi Hamsyah, yang kini menjabat Wakil Gubernur/Plt Gubernur Bengkulu menjadi gubernur definitif menggantikan Agusrin, ditunda pelaksanaannya sampai sengketa tata usaha negara ini mempunyai kekuatan hukum tetap," kata Yusril dalam siaran persnya, Selasa (15/5).
Mantan Menkuham ini merupakan kuasa hukum Agusrin yang dihukum empat tahun oleh Mahkamah Agung (MA) karena korupsi APBD Bengkulu senilai Rp 21 miliar. Selain menunda pelaksanaan Keppres tersebut, PTUN Jakarta juga memerintahkan Presiden SBY, Menteri Dalam Negeri dan Wagub/Plt Gubernur Bengkulu untuk menaati putusan sela tersebut.