REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA - Gadis keturunan Skandinavia ini lahir dan besar di Kanada. Ia tumbuh dalam keluarga yang tidak pernah berafiliasi dengan agama apapun. "Aku dulu seorang Atheis," ungkapnya.
Namun, menginjak remaja ia mulai untuk mempercayai adanya Tuhan. Meski demikian, ia menolak untuk berafiliasi dengan agama apapun. "Aku bahkan tidak tertarik dengan ajaran Kristen," ucapnya.
Seiring perjalanan waktu, tepatnya semasa kuliah, Lara mulai bersinggungan dengan Islam. Ia berkenalan dengan beberapa mahasiswa Muslim yang berada di Kanada. Dari situlah, ia mulai belajar tentang Islam. Meski, bukan berarti Lara tertarik untuk mulai menerima agama.
Sikapnya yang keras akhirnya melunak, tatkala ia membaca artikel media tentang Islam. Saat itu, ia merasa pemberitaan terhadap umat Islam tergolong keterlaluan. "Aku sempat mengirimkan beberapa artikel ke sejumlah media. Jujur, aku membela Islam," kata dia.
Dari pembelaan itu, Lara mulai kembali untuk mengenal lebih dekat tentang Islam. Ia pun meminta kepada teman kuliahnya yang muslim guna mendapatkan buku tentang Islam. "Aku merasa apa yang dituliskan media banyak kekeliruan. Apa yang aku baca kian memperlihatkan kebenaran tentang Islam," kata dia.
Tak hanya lewat buku, Lara pun belajar tentang Islam secara langsung lewat koleganya yang muslim. Lara merasakan kenyamanan tanpa ada tekanan terhadapnya.
Saat itulah, Lara mulai berperilaku layaknya seorang muslimah. Ia tidak lagi mengkonsumsi alkohol dan babi. Ia juga tidak lagi berpakaian mencolok . "Aku hanya memakan daging halal, tidak mengenakan riasan berlebih, dan berpakaian serba tertutup," ungkapnya.