REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemberian grasi selama lima tahun kepada terpidana narkoba asal Australia Schapelle Corby adalah ironi dalam pemberantasan narkoba. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Hajriyanto Y Thohari mengungkapkan pandangannya di Jakarta, Kamis (24/5)./
"Itu ironi yang paling ironis di tahun 2012 ini," katanya. Ia mengemukakan, pemberian grasi kepada terpidana pengedar narkoba itu sungguh sangat bertentangan secara diametral dengan semangat perang melawan narkoba yang sekarang sedang digalakkan sendiri oleh pemerintah.
"Bagaimana mungkin di tengah-tengah gencarnya perang untuk pemberantasan narkoba, justru grasi diberikan kepada penjahat narkoba," kata Hajriyanto.
Memang, ujarnya, secara legal formal tidak ada yang dilanggar dalam pemberian grasi kepada terpidana narkoba Corby. Tapi, grasi itu membuat masyarakat sangat heran.
Apalagi, imbuhnya, ketika seorang Wamenhukham justru berkukuh dengan argumen-argumennya yang sangat legal-formalistik. Wamen, ia pandang berlebihan ketika mengatakan bahwa pemberian grasi kepada Corby ini sudah sesuai dengan ketentuan atau telah memenuhi prosedur, salah satunya telah mendapat mendapatkan pertimbangan MA.
Menurut Hajriyanto, MA hanyalah mendasarkan pertimbangannya secara teks hukum semata, dan mengabaikan konteks pemberian grasi itu. "Harusnya Presiden tidak begitu saja mengikuti pertimbangan hukum dari MA yang terlalu tekstual. Harus disadari bahwa pertimbangan MA itu hanyalah pertimbangan belaka yang tidak harus serta merta diikuti," kata Hajriyanto.
Ia menegaskan bahwa keputusan tetap ada di tangan presiden karena memang presiden yang berhak memberikan grasi. Presiden mestinya meletakkan pertimbangan tersebut dalam konteksnya, yaitu konteks perang melawan narkoba.
"Kini publik jadi bertanya-tanya untuk apa perang terhadap narkoba dikampanyekan dimana-mana dan untuk apa pengadilan memutuskan hukuman berat kepada mereka yang terlibat dalam jaringan pengedaran narkoba jika kemudian diberikan grasi sebesar itu," kata Hajriyanto.
Ia mengingatkan bahwa bangsa Indonesia sedang menyatakan perang melawan tiga musuh besar yakni narkoba, korupsi, dan terorisme. "Seharusnya terhadap ketiga musuh ini jangan ada kelembutan atau kelemahan sikap," katanya.