REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang Pengujian Undang-Undang (PUU) No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jumat (25/5). Pemohon pada sidang PUU tersebut adalah seorang terpidana Tipikor, Herlina Koibur.
Menurut kuasa hukum Herlina, Habel Rumbiak, seseorang yang terbukti berperan aktif melakukan Tipikor, mendapat hukuman minimal empat tahun penjara. Sedangkan bagi seseorang yang terbukti melakukan tindak pidana, tetapi kualitas perbuatannya tidak berperan aktif, maka tidak selayaknya dijatuhi pidana empat tahun penjara. "Tapi di bawah empat tahun," katanya.
Herlina merupakan terpidana Tipikor setelah divonis Pengadilan Negeri (PN) Biak dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider dua bulan. Tak terima dengan putusan tersebut, Herlina lantas banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura. Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Jayapura menjatuhi hukuman Herlina lebih ringan. Dia dipidana dua tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subside dua bulan.
Pada alasan putusan tersebut, Herlina dinyatakan tidak berperan aktif. Sebab Herlina telah ditunjuk oleh Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Supiori sebagai pelaksana kegiatan. Karena itu, melalui Habel, Herlina menganggap penggunaan Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor yang dijatuhkan melalui PN Biak tidaklah proporsional.
Karena itu, dalam petitum-nya, Herlina meminta kepada Mahkamah untuk mengabulkan permohonan. Dia memohonkan frasa "Pidana penjara paling singkat empat tahun" pada Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor adalah konstitusional bersyarat (conditionally constitutional)