Jumat 25 May 2012 13:47 WIB

Pakar: Gugatan Granat Soal Corby Sulit Dikabulkan

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Dewi Mardiani
Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin
Pakar Hukum Tata Negara Irman Putra Sidin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan pemerintah memberikan grasi (pengurangan hukuman) untuk terpidana kasus narkotika asal Australia Schapelle Corby ditentang banyak pihak. Bahkan, sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Gerakan Anti Narkoba (Granat) berencana menggugat kebijakan pemerintah itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Menurut Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin, gugatan yang dilayangkan oleh pihak-pihak yang menentang kebijakan pemerintah sah-sah saja. Namun, saat ditanya peluang dikabulkannya gugatan itu, Irman menjawab bahwa itu tergantung putusan pengadilan.

Irman menjelaskan, gugatan ke PTUN dikabulkan jika kebijakan itu melanggar undang-undang atau melanggar azas-azas pemerintahan yang baik. Misalnya, jika kebijakan itu tak sesuai dengan kepastian hukum dan tidak proporsional.

Menurutnya, pada kebijakan grasi Corby, pemerintah sudah mengeluarkannya dengan benar. Grasi adalah kewenangan presiden meskipun tidak proreogratif. Presiden harus meminta pertimbangan Mahkamah Agung (MA) untuk mengeluarkan kebijakan grasi itu.  "Kebijakan grasi Corby itu sudah meminta pertimbangan dari MA, maka itu sudah tepat," kata Irman, Jumat (25/5).

Selain itu, jika pemerintah bisa mempertanggungjawabkan kebijakan itu dan didukung dengan alasan-alasan yang tepat, maka, kata dia, akan sulit bagi PTUN untuk mengabulkan gugatan dari pihak-pihak yang menentang grasi itu.

Corby dijatuhi hukuman 20 tahun penjara serta denda Rp100 juta subsider 6 bulan penjara. Corby yang terbukti menyelundupkan ganja seberat 4 kilogram ke Indonesia itu ditahan sejak 9 Oktober 2004. Perempuan berumur 34 tahun itu menerima grasi selama 5 tahun dari Presiden SBY.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement