REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Direktur Pusat Kebudayaan Jerman 'Goethe-Institut' Indonesia, Franz Xaver Augustin mengatakan warisan budaya Indonesia tidak tertandingi oleh negara lain yang ada di Asia Tenggara.
"Saya pribadi sudah berkeliling ke negara seperti Vietnam, India, Filipina, dan Malaysia, tetapi tidak ada yang warisan budayanya sangat kaya seperti Indonesia," kata Xaver Augustin dalam konferensi pers pameran lukisan bertajuk 'Raden Saleh dan Awal Seni Lukis Modern Indonesia' di Galeri Nasional, Jakarta, Jumat (25/5).
Menurut Augustin, saat ini banyak orang Indonesia yang justru tidak menghargai kebudayaan Indonesia yang sudah ada sejak zaman kolonialisme Belanda. "Untuk itu kami coba menghadirkan karya maestro Raden Saleh dalam bentuk pameran, karena beliau merupakan sosok yang kurang dihargai atas karya-karyanya yang begitu indah," katanya.
Pernyataan tersebut didukung oleh Sastrawan Indonesia, Goenawan Muhammad, yang menilai masyarakat Indonesia kurang mampu mengapresiasi seni budaya bangsa sendiri. "Sistem pendidikan di sekolah tidak mengajak siswa untuk berperan aktif apresiasi terhadap karya seni rupa dan seni musik, mereka hanya diajarkan dan diberi pengetahuan, tetapi tidak didorong ke arah sana," kata pria yang akrab disapa GM itu.
Menurut GM, peran pemerintah pun dalam membina dan membangun prasarana seni budaya pun masih kurang, hal itu terbukti dari kondisi museum dan beberapa karya lukisan yang tidak terawat, salah satunya lukisan 'Harimau Minum' karya Raden Saleh yang akan dipamerkan pada 3 Juni mendatang.
"Kita tahu bahwa seni rupa Indonesia sedang sangat marak, bahkan mulai memiliki pasar yang luas di luar negeri, mudah-mudahan politisi dan kalangan bisnis sadar dengan itu dan bisa menjadikan hal tersebut sebagai jualan pariwisata kita," tuturnya.
Ia juga menyesalkan kurangnya apresiasi bangsa Indonesia terhadap sosok Raden Saleh yang merupakan maestro seni lukis modern pertama di tanah air, padahal ceritanya banyak dimuat dalam kisah rakyat di buku sejarah bangsa Indonesia.
"Pemerintah seolah buta huruf terhadap kesenian sehingga tidak sadar pentingnya mengapresiasi hasil budaya bangsa ini," katanya.
Namun, pascapengembalian status Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, ia berharap dana untuk sektor kebudayaan akan ditingkatkan sejalan dengan besarnya alokasi anggaran untuk pendidikan. "Sekarang kebudayaan dikembalikan lagi ke Depdikbud, sama seperti ketika Indonesia baru merdeka, hal itu merupakan bukti bahwa kebudayaan tidak lepas dari pendidikan," katanya.
Raden Saleh Sjarif Boestaman adalah pelukis terkenal yang hidup pada tahun 1807-1880 dan sempat mengenyam pendidikan ke Eropa ketika masa pendudukan Belanda. Karyanya yang paling termashsyur adalah lukisan tentang peristiwa penangkapan Pangeran Diponegoro oleh Jendral De Cock pada tahun 1830 yang terjadi di rumah kediaman Residen Magelang.
Beberapa karyanya sempat menerobos museum akbar seperti Rijkmuseum, Amsterdam, Belanda, dan dipamerkan di museum bergengsi Louvre, Paris, Perancis.
Pemerintah Indonesia pemerintah Indonesia melalui Departemen Pendidikan dan Kebudayaan secara anumerta berupa Piagam Anugerah Seni sebagai Perintis Seni Lukis di Indonesia pada tahun 1969. Hingga kini pun nama Raden Saleh diabadikan di sebuah jalan di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.