REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW - Rusia pada Senin bersikeras menyatakan bukan pendukung pemerintah Suriah Bashar Al-Assad. Namun, ia juga meminta kekuatan dunia memusatkan diri pada pengakhiran pusaran kekerasan, bukan perubahan penguasa.
Tanggapan itu datang dari Menteri Luar Negeri, Sergei Lavrov, dalam pembicaraan dengan timpalan Inggris-nya William Hague. Rusia menghadapi tekanan meningkat untuk bergabung dengan seruan penggulingan orang kuat Suriah itu setelah "pembantaian mengerikan" di Houla.
Lavrov menyatakan kedua pihak harus disalahkan atas pembantaian itu dan menambahkan bahwa --seperti halnya pemerintah yang dilanda pertikaian dalam negeri- pemerintahan Assad pun harus menanggung beban tanggung jawab.
Rusia dikecam akibat memveto dua resolusi PBB terhadap pemerintah Assad sembari terus memasok senjata ke sekutu era Soviet-nya itu. Internasional menilai Rusia ironis mengingat negara itu sebenarnya takut senjata yang dikirim digunakan untuk menembaki desa dan kota Suriah.
"Bagi kami, yang berkuasa di Suriah jauh dari hal paling penting," kata Lavrov pada jumpa pers bersama dengan Hague, "Yang penting adalah mengakhiri kekerasan."
"Kami tidak mendukung pemerintah Suriah. Kami mendukung rencana (duta perdamaian Liga Arab-Perserikatan Bangsa-Bangsa) Kofi Annan," katanya.
Kekuatan Barat mengawasi ketat apakah pembantaian pada pekan lalu, akhirnya memaksa perubahan nyata sikap Rusia. Pembantain itu menewaskan sedikit-dikitnya 108 orang -hampir setengah dari mereka anak-anak.
Moskow diyakini berpengaruh paling kuat atas pemerintah Assad dan sikap keras kepalanya hingga kini. Penarikan dukungan Rusia dipandang keharusan untuk setiap penyelesaian langgeng.
Lavrov tidak menyalahkan pemerintah Assad atas pembantaian Houla dan menyatakan baik pasukan penguasa dan lawan bersenjata, keduanya terlibat. "Di sini kita menghadapi keadaan bahwa kedua pihak jelas terlibat. Kenyataannya banyak warga tak berdosa tewas," kata diplomat tertinggi Rusia itu.
"Pemerintah paling bertanggung jawab atas yang terjadi dan kami membahasnya. Itu masalah pemerintahan mana pun," katanya.
Rusia dan China mempertanyakan mengapa sebagian dari yang tewas tampak terbunuh dalam pertempuran jarak dekat, daripada akibat penembakan senjata berat. Pembunuhan diduga eksekusi itu dituding dilakukan pasukan Assad.