REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Alasan kemanusiaan sebagai dasar pemberian grasi kepada terpidana narkoba Schapelle Leigh Corby mendapat penentangan. Salah satu yang tak bisa menerima itu adalah Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Lukman Hakim Syaifuddin
"Kalau alasannya soal kemanusiaaan itu, sangat tidak diterima," ujarnya. I"ni melupakan para korban, yang mungkin ribuan," kata Lukman Hakim pada diskusi Empat Pilar Negara di MPR Jakarta, Senin (28/5).
Diskusi Empat Pilar Negara yang diselenggarakan MPR tersebut mengambil tema "Menegakkan konstitusi, Memaknai Pluralisme" menghadirkan pembicara Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Syaifuddin dan anggota komisi III Martin Hutabarat.
Lukman membenarkan bahwa pemberian grasi merupakan kewenangan presiden. Namun, imbuhnya, janganlah hal itu hanya dilihat dari segi formalistik yuridis.
"Presiden SBY berkali-kali secara eksplisit mengatakan perang terhadap: Korupsi, Terorisme, Narkoba. Artinya terhadap ketiga hal itu harus tanpa kompromi. Harusnya nol toleransi," kata Lukman.
Karena harus nol toleransi maka meski terhadap WNI pun harus tidak ada ampun. Apalagi ini terhadap warga negara asing yang terlibat narkoba di Indonesia.
Menurut Lukman, pemberian grasi Corby ini sangat kontradiktif dengan berbagai pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang akan perang melawan korupsi, terorisme dan narkoba.
Pekan lalu Yudhoyono mengumumkan pemberian grasi kepada Corby. Terpidana 20 tahun penjara kasus penyelundupan empat kilogram ganja itu masuk penjara pada 2004. Wanita asal Australia itu kemudian mendapat remisi dengan jumlah total 25 bulan.
Setelah mendapat grasi lima tahun dari Presiden SBY, Corby paling lama akan keluar pada 20 September 2012.