REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Penanganan Kasus WNI/TKI di Luar Negeri yang Terancam Hukuman Mati mempertanyakan dana asuransi TKI yang dikelola oleh konsorsium perusahaan asuransi. Pasalnya, baru 10 persen dana asuransi yang bisa diklaim oleh TKI dari Oktober 2010 hingga saat ini.
"Banyak klaim asuransi TKI ditolak. Dari Rp 270 miliar dana asuransi, hanya Rp 27 miliar yang diberikan ke TKI," ungkap juru bicara Satgas TKI, Humphrey Djemat, di Hotel Borobudur, Jakarta, Selasa (29/5). Pengacara ini menjelaskan perusahaan asuransi memberikan penolakan hanya dengan alasan yang sederhana. Contohnya, tidak ada Perusahaan Jasa TKI yang mendampingi.
Hal tersebut, ungkapnya, berdampak pada banyaknya TKI yang tidak mendapatkan asuransi. Padahal tiap TKI sudah membayar asuransi senilai Rp 400.000 sebelum berangkat. Premi tersebut, ungkapnya, dikelola oleh sepuluh perusahaan asuransi yang membentuk konsorsium.
Humphrey pun mengaku akan membuat rekomendasi kepada presiden terkait pengaturan asuransi tersebut. Sehingga, tutur Humphrey, dana asuransi bisa lebih dioptimalkan untuk jaminan kesehatan para TKI. "Nanti akan kita berikan rekomendasi itu karena memang harus diatur. Harus ada regulasinya," tegasnya.
Terkait dengan perlindungan TKI yang mendapat hukuman mati di luar negeri, Humphrey menjelaskan terdapat 206 kasus yang terjadi selama 2011 lalu. Menurutnya, satgas telah berhasil meringankan 72 kasus TKI tersebut.
Menurutnya, pemerintah melalui kementerian luar negeri sudah mengalokasikan dana senilai Rp 1,3 Triliun untuk penanganan kasus tersebut. "Digunakan untuk membayar pengacara tetap yang berasal dari negara tempat TKI tersebut bekerja," ujar Humphrey.