REPUBLIKA.CO.ID, KUPANG -- Ratusan nelayan di Nusa Tenggara Timur menginginkan perlakukan adil dari Australia berupa ganti rugi dan pemberian grasi atas pelanggaran yang dilakukan dengan tuduhan memasuki wilayah perairan negara itu secara ilegal.
"Perlakuan adil dari Australia itu diinginkan sebagai salah satu bentuk kompensasi terhadap sikap dan kebijakan pemerintah Indonesia yang memberikan keringanan hukuman terhadap terpidana kasus narkoba Schapelle Corby asal Australia itu," kata Koordinator Nelayan NTT Muhamad Ridwan di Kupang, Rabu.
Ia menyatakan keinginan itu, mewakili rekan-rekannya yang juga nelayan Indonesia yang pernah ditangkap di wilayah perairan Australia dengan tuduhan menyerobot wilayah itu tanpa dilengkapi dokumen. Menurut Ridwan, perlakuan grasi Corby itu tak sebanding dengan sikap kasar yang dilakukan pemerintah Australia melalui aparat keamanan penjaga pantai terhadap nelayan Indonesia.
"Perahu kami dirusak kemudian dibakar serta navigator dan pengikutnya disiksa dan akhirnya diproses hukum dan dipenjara di sejumlah penjara di Australia," katanya. "Kami perlu ada kebijakan ganti rugi terhadap perahu nelayan yang dibakar serta pengurangan masa hukuman serta amnesti dari Perdana Menteri Australia," tambahnya.
Ridwan yang saat itu didampingi Suhardi dan Gabriel Oma merupakan tiga dari ratusan warga nelayan NTT yang menjadi korban penangkapan oleh pemerintah Australia. "Kami tiga dari ratusan nelayan NTT yang menjadi korban penangkapan oleh pemerintah Australia dan dipenjarakan atas tuduhan melanggar batas wilayah negara tetangga ini saat menangkap taripang," katanya.
Menurut mereka, perlakukan pemerintah Australia terhadap nelayan Kupang, NTT itu berlebihan karena setiap kali penangkapan posisi kapal masih dalam perairan Indonesia berdasarkan petunjuk kompas dan peralatan yang dimiliki.
"Namun kami tetap ditangkap sejak 2008 lalu dan empat kapal milik kami dibakar dan ditenggelamkan polisi penjaga pantai pemerintah Australia, padahal masih berada di wilayah Indonesia," katanya.
Kerugian yang diderita nelayan NTT sejak 2002 hingga kini berupa 50 kapal yang ditangkap kemudian dibakar dengan taksasi kerugian lebih dari Rp800 juta. "Jumlah kerugian yang kami derita tak sebanding dengan denda Rp100 juta yang diberikan kepada gembong narkoba asal Australia Corby saat divonis 27 Mei 2005 lalu termasuk grasi lima tahun yang diberikan Indonesia kepadanya," kata Ridwan.
Mereka mengatakan grasi lima tahun yang diberikan kepada gembong narkoba asal Australia itu merupakan hak prerogatifnya presiden, namun diharapkan tidak hanya untuk kepentingan elite, tetapi harus juga memikirkan tentang nasib naas yang menimpa nelayan NTT dan masih luput dari perhatian.