REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Risiko terbesar terhadap keberlanjutan eksistensi bangsa adalah tumbuhnya egoisme sempit. Setiap bentuk egoisme di kehidupan masyarakat akan menimbulkan konflik yang mendatangkan korban harta dan jiwa. Egoisme itulah yang harus ditolak, baik agama, bangsa, etnis, suku, kekuasaan, maupun harta.
"Pengalaman sejarah, dan juga kebutuhan kita untuk mengawal perjalanan bangsa ke depan, mengharuskan kita untuk melawan egoisme," kata Wapres Boediono dalam pidato kebangsaan memperingati pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di Gedung Nusantara IV, Kompleks MPR/DPR, Jumat (1/6).
Boediono mengutip kata-kata Martin Luther King Jr, seorang pejuang hak asasi manusia (HAM) di Amerika Serikat. "We must learn to live together as brothers or perish together as fools.' Kita harus belajar hidup bersama sebagai saudara, atau kita semua akan binasa sebagai orang-orang bodoh," kata Boediono.
Para pendiri Republik terutama Bung Karno, kata Boediono, telah menyumbangkan sebuah fondasi kebangsaan, yakni Pancasila. Fondasi itu memberikan pijakan kuat bagi kita yang berbeda-beda latar belakang untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa.
Fondasi itu sebenarnya merupakan penopang eksistensi bangsa. Indonesia tak selamanya dapat menghindarkan dampak buruk krisis politik dan ekonomi dunia ke dalam kehidupan, terutama rakyat bawah. "Tetapi saya yakin, apabila kita menghayati dan meresapi dasar-dasar yang tercantum dalam Pancasila, Insya Allah, kita akan mampu dan siap untuk menghadapi ancaman itu," pungkas Boediono.