Jumat 01 Jun 2012 18:28 WIB

Kuasa Hukum Anggap KPK Terlalu Cepat Menahan Miranda

Rep: Muhammad Hafil/ Red: Hazliansyah
MIRANDA SIAP BERSAKSI. Mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom siap bersaksi untuk terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Nunun Nurbaeti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Senin (9/4).
Foto: Fanny Octavianus/Antara
MIRANDA SIAP BERSAKSI. Mantan Deputi Gubernur Senior BI Miranda S. Goeltom siap bersaksi untuk terdakwa kasus suap pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, Nunun Nurbaeti di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Selatan, Senin (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jumat (1/6) resmi menahan tersangka kasus suap cek pelawat Miranda S Goeltom pada pemeriksaan perdananya.

Menanggapi hal ini, kuasa hukum Miranda menganggap penahanan terlalu cepat. "Tentu kita anggap terlalu cepat," kata kuasa hukum Miranda, Andi Simangunsong kepada wartawan di kantor KPK.

Menurut Andi, pihaknya akan mengajukan penangguhan tahanan. Namun, ia tak menyebut kapan akan mengajukan surat itu.

KPK, Jumat (1/6), resmi menahan tersangka kasus suap cek pelawat Miranda S Goeltom. Ia ditahan di rumah tahanan (rutan) KPK yang terletak di lantai dasar gedung KPK.

"Ya ditahan di KPK. Sudah ditandatangani penahanannya," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas melalui pesan singkatnya, Jumat (1/6).

Miranda sendiri, pada hari ini diperiksa sebagai tersangka untuk pertama kalinya. Ia diperiksa sejak pukul 10.00 WIB dan selesai pada pukul 17.55 WIB.

Dalam kasus cek pelawat, Miranda sendiri telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 26 Januari lalu. Miranda diduga membantu atau turut serta membantu terpidana Nunun Nurbaeti dalam memberikan 480 cek pelawat bernilai Rp 24 miliar kepada anggota Komisi IX DPR RI periode 1999-2004 terkait pemilihan DGS BI tahun 2004 silam.

Miranda pun dijerat dengan Pasal 5 Aat 1 huruf b UU Tipikor.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement