REPUBLIKA.CO.ID, WANGI-WANGI, SULTRA -- Bupati Wakatobi Sulawesi Tenggara Hugua mengatakan, Wakatobi tetutup bagi pembangunan mal karena wilayah daratannya tidak memadai untuk sebuah kawasan pusat perbelanjaan modern.
"Luas daratan Wakatobi yang hanya 3 persen dari seluruh luas wilayah Kabupaten Wakatobi sekitar 1,5 juta hektare, sangat tidak mendukung untuk pembangunan sebuah pasar mal. Makanya, Wakatobi harus bebas dari bangunan pasar modern semacam pasal mal," katanya di Wangiwangi, Jumat.
Hugua mengaku Pemerintah Kabupaten Wakatobi menempuh kebijakan itu karena tidak ingin daratan Wakatobi, terutama Wangiwangi (ibukota Kabupaten Wakatobi) yang sempit itu, dipenuhi dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi.
Kehadiran gedung-gedung tinggi sebagai pusat perbelanjaan modern di Wakatobi, selain bisa mengganggu keseimbangan lingkungan, juga bisa menggusur pedagang kecil yang modalnya hanya "pas-pasan".
"Untuk pusat perbelanjaan masyarakat, cukup dengan pasar tradisional yang representatif bagi para pedagang, baik pedang pakaian, sembako maupun barang-barang kebutuhan lainnya," katanya.
Ia mengatakan, Wakatobi sebagai daerah tujuan wisata dunia, harus dipenuhi dengan pohon penghijauan, sehingga bisa menarik minat para wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun mancanegara.
"Wakatobi hanya akan memiliki daya tarik bagi wisatawan, jika daratannya kelihatan hijau dengan pepohonan, pantainya putih dengan pasir dan lautnya tetap biru dan bersih dari sampah," katanya.
Sebagai bupati, Hugua mengaku sudah meminta masyarakat adat di setiap desa di Wakatobi, agar tidak menjual tanah-tanah adat untuk kepentingan membangun rumah, gedung-gedung perhotelan atau mal melainkan tetap dipertahankan menjadi lahan kosong yang hanya ditumbuhi pepohonan hijau bernilai ekonomi.
"Pada kurun waktu tertentu, masyarakat dapat memanfaatkan pepohonan di dalam tanah adat itu untuk berbagai keperluan, lalu menanaminya kembali dengan jenis pohon yang sama," katanya.