REPUBLIKA.CO.ID, “Apabila perilaku seseorang seperti tersebut dalam ayat ini, maka ia dikualifikasikan kafir tanpa diperdebatkan lagi. Jika ada orang yang membeli Alquran (mushaf) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah dan menjadikannya bahan olok-olokan, maka jelas-jelas dia kafir.
Perilaku seperti inilah yang dicela oleh Allah. Tetapi Allah sama sekali tidak pernah mencela orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk hiburan dan menyenangkan hatinya—bukan untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah.
Demikian juga orang yang sengaja mengabaikan shalat karena sibuk membaca Aquran atau membaca hadis, atau bercakap-cakap, atau menyanyi (mendengarkan nyanyian), atau lainnya, maka orang tersebut termasuk durhaka dan melanggar perintah Allah. Lain halnya jika semua itu tidak menjadikannya mengabaikan kewajiban kepada Allah, yang demikian tidak apa-apa ia lakukan."
Adapun ayat kedua: "Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya…" (QS. Al–Qashash: 55).
Penggunaan ayat ini sebagai dalil untuk mengharamkan nyanyian tidaklah tepat, karena makna zhahir "al-laghwu" dalam ayat ini ialah perkataan tolol yang berupa caci maki dan cercaan, dan sebagainya, seperti yang kita lihat dalam lanjutan ayat tersebut.
Allah SWT berfirman, "Dan apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka berpaling daripadanya dan mereka berkata: "Bagi kami amal-amal kami dan bagimu amal-amalmu, kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin bergaul dengan orang-orang jahil." (QS. Al-Qashash: 55).
Ayat ini mirip dengan firman-Nya mengenai sikap ibadurrahman (hamba-hamba yang dicintai Allah Yang Maha Pengasih): "... dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik." (QS. Al-Furqan: 63).
Andaikata kita terima kata "laghwu" dalam ayat tersebut meliputi nyanyian, maka ayat itu hanya menyukai kita berpaling dari mendengarkan dan memuji nyanyian, tidak mewajibkan berpaling darinya.
Kata "al-laghwu" itu seperti kata al-bathil, digunakan untuk sesuatu yang tidak ada faedahnya, sedangkan mendengarkan sesuatu yang tidak berfaedah tidaklah haram selama tidak menyia-nyiakan hak atau melalaikan kewajiban.
Diriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwa Rasulullah SAW memperbolehkan mendengarkan sesuatu. Maka ditanyakan kepada beliau, "Apakah yang demikian itu pada hari kiamat akan didatangkan dalam kategori kebaikan atau keburukan?"
Beliau menjawab, "Tidak termasuk kebaikan dan tidak pula termasuk kejelekan, karena ia seperti al-laghwu, sedangkan Allah berfirman: ‘Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah)…" (QS. Al-Ma'idah: 89).