REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mata uang rupiah terhadap dolar AS bergerak menguat sebesar 50 poin meski dibayangi sentimen negatif dari memburuknya kondisi perbankan Spanyol. Nilai tukar mata uang rupiah yang ditransaksi antarbank di Jakarta Senin pagi bergerak melemah 50 poin menjadi Rp 9.455 dibanding sebelumnya di posisi Rp 9.505 per dolar AS.
"Sentimen global masih negatif dipicu dari perbankan Spanyol yang buruk. Meski demikian, rupiah masih dalam penjagaan BI sehingga berada dalam area positif," kata analis pasar uang Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih di Jakarta, Senin (4/6). Ia menambahkan, Bank Indonesia (BI) terus menjaga pasar di sepanjang akhir perdagangan minggu lalu, termasuk intervensi di pasar forward, sehingga nilai tukar rupiah menguat.
Beberapa sentimen pasar uang di dalam negeri di antaranya neraca perdagangan tercatat defisit (neto impor) sebesar 641 juta dolar AS pada April lalu. Nilai impor sebesar 16,6 miliar dolar AS lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor sebesar 15,98 miliar dolar AS.
Ia mengemukakan, defisit seperti itu sebelumnya pernah terjadi pada Juli 2010. Kali ini, defisit dikhawatirkan berlanjut karena tekanan dari sisi ekspor yang melemah akibat perlambatan ekonomi global, sedangkan impor terutama berasal dari hasil minyak, bahan baku dan barang modal masih akan tetap tinggi karena ekonomi domestik yang terus tumbuh. "Jika defisit berlanjut, akan mengancam pertumbuhan ekonomi dan menekan rupiah," katanya.
Selain itu, lanjut Lana, inflasi bulan Mei yang diumumkan BPS akhir pekan lalu tercatat 0,07 persen "Month on Month (mom) atau 4,45 persen year on year (yoy), dibawah ekspektasi analis. "Relatif rendahnya angka inflasi ini diantaranya karena ada deflasi di bahan makanan dan sandang. Sedangkan inflasi tertinggi terjadi pada makanan jadi, karena ada tekanan nilai tukar rupiah," katanya.