REPUBLIKA.CO.ID, JERUSALEM -- Kelompok Hak Asasi Manusia Amnesty International mendesak Israel segera membebaskan semua warga Palestina yang ditahan tanpa diadili (penahan administratif), atau segera melakukan pengadilan secara jujur.
"Bebaskan semua tahanan administratif kecuali mereka segera diadili dengan pengadilan yang adil sesuai standar internasional," kata kelompok hak asasi manusia itu dalam satu pernyataan. "Hentikan praktek penahanan administratif," tambahnya.
Penahanan administratif diberlakukan berdasarkan mandat Inggris pada tahun 1948 di mana pengadilan-pengadilan militer dapat melakukan penahanan tanpa diadili untuk masa waktu hingga enam bulan. Penahan juga dapat diperpanjang untuk waktu yang tidak ditentukan.
Dalam laporannya "Starved of Justice: Palestinians detain without trial by Israel" Amnesty menyebutkan, hingga akhir April setidaknya 308 warga Palestina dikenakan penahanan administratif.
"Di antara mereka 24 orang adalah anggota Dewan Legistlatif Palestina (PLC) termasuk ketuanya Aziz Dweik, para pembela hak asasi manusia seperti Walid Hanatsheh dan setidaknya empat wartawan, selain itu juga mahasiswa-mahasiswa dan staf akademik perguruan tinggi," sebut laporan.
Para tahanan Palestina sendiri telah mengakhiri gerakan mogok makan pada 14 Mei silam dengan imbalan Israel memperbaiki kondisi tahanan dan segera membebaskan para tahanan yang ditahan tanpa diadili pada akhir masa tahanan mereka -- kecuali pemerintah Israel memiliki bukti baru terhadap mereka.
Namun menteri urusan tahanan Palestina, Issa Qaraqaa mengatakan Israel tidak memuhi janjinya itu.
"Israel mulai melanggar kesepakatan yang ditandatangani dengan para tahanan, dan dalam 10 hari setelah tahanan mengumumkan penghentian mogok makan, Israel memperpanjang kembali penahanan sekitar 30 tahanan," kata Qaraqaa dalam satu jumpa wartawan.