REPUBLIKA.CO.ID, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendgari), Gamawan Fauzi menyatakan, Kepala Daerah tidak harus memiliki wakil. Dengan begitu maka proses pemilihan kepala daerah tidak lagi harus menyertakan wakil kepala daerah.
"Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak lagi dipilih dalam satu paket pada saat Pilkada," kata Gamawan Fauzi saat ditanya Republika terkait poin-poin pokok RUU Pilkada, di DPR Jakarta, Rabu (6/6).
Gamawan menyatakan, RUU Pilkada berangkat dari kesadaran bahwa tidak semua kepala daerah membutuhkan wakil. Kehadiran wakil kepala daerah harus dilihat dalam konteks kebutuhan bukan keharusan. Dia misalnya mencontohkan, sebuah daerah berpenduduk 6 ribu orang, tidak membutuhkan wakil kepala daerah.
Hal sebaliknya, tambah Gamawan, bisa terjadi pada daerah yang memiliki jumlah penduduk besar. Seorang kepala daerah dalam konteks itu bukan saja dibolehkan memiliki wakil kepala daerah, tetapi bahkan menambah jumlah wakil kepala daerah.
Secara historis menurut Gamawan hal ini pernah terjadi di Jakarta. "Jakarta pernah memiliki tiga wakil gubernur. Wakil Gubernur bidang pemerintahan, wakil gubernur bidang pembinaan, dan wakil gubernur bidang kemasyarakatan," beber Gamawan.
RUU Pilkada, kata Gamawan juga akan mengatur tentang proses pengangkatan kepala daerah tingkat I atau Gubernur. Menurut Gamawan, Gubernur akan diangkat langsung oleh DPRD. Alasannya, penyelenggaraan Pilkada Gubernur memakan anggaran negara yang sangat besar dan berisiko tinggi secara politik.
Hal sebaliknya terjadi dalam pemilihan kepala daerah tingkat II atau setara dengan bupati dan wali kota. Kalau Gubernur dipilih langsung oleh DPRD, wali kota dan bupati dipilih langsung oleh masyarakat. Alasan pemerintah menurut Gamawan, wali kota dan bupati berhadapan langsung dengan masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugasnya.
Namun demikian proses pilkada bupati dan wali kota akan tetap diatur. Pemerintah, kata Gamawan melarang dilakukannya pengerahan massa dalam proses kampanye. Selain memakan biaya besar, pengerahan massa juga mengandung potensi konflik sosial yang tinggi.
Sekedar informasi RUU Pilkada muncul dari hasil perombakan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dari UU No 32 Tahun 2004 pemerintah memecah menjadi tiga, yakni UU Pemda, UU Desa, dan terakhir UU Pilkada. Untuk UU Pemda dan UU Desa pemerintah sudah selesai membahasnya bersama DPR.