Kamis 07 Jun 2012 16:42 WIB

Atasi Capres 'Muka Lama', UUD 1945 akan Di-MK-kan

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Dewi Mardiani
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Iberamsjah
Foto: Antara
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Indonesia, Prof Iberamsjah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -— Pengamat politik Universitas Indonesia, Iberamsjah, mengatakan akan menguji Pasal 6 UUD 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasalnya, pasal itu dianggap diskriminatif dan tidak sesuai semangat kesamaan di mata hukum.

Isi pasal 6 UUD 1945 yaitu, calon presiden dan wakil presiden harus didukung oleh partai politik atau gabungan partai politik. ‘’Kita ingin mengajukan pasal 6 UUD ke MK. Jadi bisa setiap orang punya kesempatan yang sama. Karena pasal itu diskriminatif. Harusnya setiap orang punya hak yang sama untuk dapat dicalonkan menjadi capres,’’ katanya ketika dihubungi, Kamis (7/6).

Menurutnya, pertimbangan untuk membawa pasal itu ke MK karena partai politik dirasa sudah menjadi pengacau yang tak bisa dibiarkan lagi. Terutama ketika menguasai panggung untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.

Harusnya, lanjut dia, dibuka pintu yang luas untuk pasangan capres yang tak berasal dari partai politik. Hal ini yang sampai sekarang tidak bisa dilakukan, karena sudah dihadang dari sisi konstitusi. Apalagi, sampai sekarang partai politik dianggap gagal melakukan kaderisasi dan regenerisasi. Sehingga, kata dia, tokoh yang muncul dan mencuat hanya nama dan muka lama saja.

Setidaknya, kata Iberamsjah, hal ini yang tercermin dalam hasil-hasil jajak pendapat berbagai lembaga survei. ‘’Tetap munculnya muka lama itu salah satu faktor penyebabnya karena pencapresan hanya boleh dari parpol atau gabungan parpol,’’ papar dia.

Ditambah, lanjut Iberasmjah, sistem kepartaian nasional dalam kondisi sakit. Partai tidak mencetak kader dan gagal melakukan regenerisasi, baik untuk kepemimpinan partai mau pun kepempimpinan nasional. Alhasil, para kader yang berada di tingkat bawah tidak bisa naik.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement