REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Muslim New York mengajukan gugatan terhadap Kepolisian New York (NYPD) atas tuduhan memata-matai Muslim dalam menjalani aktivitasnya, Rabu (6/6) kemarin.
"Apa yang membuat Amerika besar adalah setiap orang diperlakukan sama di mata hukum," ungkap Direktur Eksekutif Pengacara Muslim, Farhana Khera, seperti dikutip onislam.net, Kamis (7/6).
Farhana mengatakan, gugatan yang diajukan delapan Muslim yang terdiri dari imam, mahasiswa, pebisnis, dan tentara itu dimaksudkan untuk mengakhiri operasi mata-mata yang dilakukan NYPD terhadap Muslim. "Mereka merasa haknya dilanggar. Mereka ini hanya warga negara bisa yang merasakan ada yang salah dengan apa yang dilakukan penegak hukum terhadap kehidupannya," papar dia.
Para pemimpin komunitas Muslim menilai, kata Khera, langkah tersebut merupakan upaya terakhir mereka guna melindungi hak konstitusional Muslim AS. "Bagaimana tidak, NYPD menolak untuk menyebut tindakan mereka itu melanggar hak, sementara Jaksa Agung seolah tangannya terikat, dan departemen Kehakiman AS tampak angkat tangan. Jadi, gugatan ini merupakan upaya terakhir untuk memperjuangkan hak para Muslim," papar Khera.
Presiden Liga Arab AS, Ared Assaf secara terpisah mengatakan, gugatan itu menunjukan reaksi dingin kalangan Muslim dari pengawasan NYPD. "Akibat pengawasan itu, kami melihat adanya penurunan kehadiran Muslim di masjid. Mereka juga tidak lagi mengidentifikasi kegiatan bisnis mereka sebagai tokok halal, ini tentu menjadi masalah," kata dia.
Seperti diberitakan kantor berita AP melaporkan, adanya aktivitas mata-mata yang dilakukan NYPD terhadap komunitas muslim. Dari file rahasia yang diperoleh, NYPD melakukan pengawasan pada lokasi-lokasi seperti masjid, toko kelontong dan kampus. Aktivitas mata-mata yang dilakukan merujuk pada data base rahasia terkait aktivitas Muslim.