REPUBLIKA.CO.ID, Meski berjumlah sangat sedikit dan tergolong miskin, mereka teguh memegang agama. Umumnya, mereka adalah penganut Mahzab Syafi’i yang berbeda dengan komunitas Muslim Asia Selatan di Vientiane yang menganut Mazhab Hanafi.
Mayoritas berbisnis
Saat ini, sebagian besar Muslim di Vientiane bekerja sebagai pebisnis. Mereka berusaha di bidang tekstil, ekspor-impor, atau melayani komunitas mereka sendiri dengan menjadi penjual daging atau pemilik restoran halal.
Beberapa restoran yang dikelola oleh Muslim asal India terletak di kawasan Taj off Man Tha Hurat Road dan dua atau tiga restoran halal lainnya berdiri di persimpangan Jalan Phonxay dan Nong Bon Roads.
Selain melayani komunitas Muslim, mereka juga menyediakan jasa katering bagi petugas kedutaan yang beragama Islam. Sisanya, para pekerja Muslim lokal di Vientiane bekerja di bagian tesktil di berbagai pasar di kota ini, seperti di Talat Sao atau pasar pagi, di persimpangan jalan Lan Xang, dan Khu Vieng.
Kelompok ini merupakan orang-orang yang percaya diri, ramah, dan giat bekerja meski mereka berbicara bahasa Inggris tidak sebanyak mereka yang berasal dari Asia Selatan. Setiap pertanyaan dalam bahasa Inggris yang tidak dimengerti akan mereka jawab dengan kalimat bo hu atau "saya tidak mengerti" dalam bahasa Laos.
Selain bekerja di industri tekstil, banyak Muslim Laos yang bekerja sebagai penjual daging. Ini mengingat kebutuhan makanan yang sangat spesifik dari komunitas Muslim, yaitu penyembelihan secara Islam.
Untuk membedakan kios daging mereka dari kios daging lain yang menjual daging babi, para penjual yang beragama Islam memasang lambang bulan sabit atau tanda dalam bahasa Arab.
Tanda ini menunjukkan, selain pemiliknya Muslim, mereka hanya menyediakan daging halal. Maklum saja, sebagai minoritas, sangat sulit bagi mereka untuk menemukan makanan yang dijamin kehalalannya. Daging yang biasa dipasarkan adalah daging babi.