REPUBLIKA.CO.ID, TULLE -- Presiden Prancis, Francois Hollande, mengatakan negaranya memulai penarikan pasukan dari Afghanistan bulan depan dan selesai pada akhir tahun, Sabtu (9/6). Penarikan pasukan Prancis dari Afghanistan adalah salah satu janji Hollande saat pemilihan umum.
"Sementara itu, segala sesuatu harus dilakukan bagi pasukan kami sehingga mereka bisa melakukan kewajibannya dengan tingkat keamanan tinggi dan kewaspadaan penuh," ujar Hollande saat menghadiri peringatan pembantaian warga sipil oleh Nazi pada 9 Juni 1944 di Tulle.
Hollande menambahkan, ia telah berjanji dan akan menjadi penjamin operasi tersebut. Sekitar 3.500 tentara Prancis dikerahkan di Afghanistan. Sebagian besar ditempatkan di Kabul dan di bagian timur Provinsi Kapisa. Bulan lalu saat Hollande mengunjungi Kapisa, ia mengatakan tugas memerangi terorisme hampir selesai dan Prancis akan memfokuskan diri pada gerakan sipil.
Sejak serangan Januari lalu, Prancis mulai mempercepat penarikan pasukan. Tentara Prancis telah diberi perintah untuk meminimalkan keterlibatan mereka. Pejabat Prancis mengatakan, Sabtu, sekitar 200-300 pasukan akan meninggalkan Afghanistan pada Juli. Gelombang kedua akan dilaksanakan pada Oktober.
Mantan presiden sayap kanan Prancis, Nicolas Sarkozy, sebelumnya menetapkan akhir 2013 sebagai tenggat waktu penarikan pasukan. Namun, Hollande yang mengalahkan Sarkozy dalam pemilu memutuskan memajukan tenggat waktu itu.
Keputusan Hollande tersebut menimbulkan kekhawatiran anggota koalisi NATO lain akan mengikuti jejak Prancis dan mempercepat rencana penarikan mereka. Pelaksanaan penarikan pasukan adalah proses yang kompleks. Dalam enam bulan, 2.000 pasukan tempur akan dipulangkan. Personel yang tersisa bertanggung jawab memimpin pemulangan peralatan militer, termasuk 900 kendaraan lapis baja dan lebih dari 1.000 kontainer.