REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi I DPR menilai ada tiga isu pokok yang didialogkan mendalam dengan masyarakat Papua. Ketiga masalah itu adalah eskalasi gangguan keamanan berupa aksi-aksi kekerasan bersenjata, tidak efektifnya pemda akibat konflik pilkada, dan gagasan penyelesaian komprehensif masalah Papua melalui jalan damai dan dialog.
Berkenaan dengan gangguan keamanan, ditemukan fakta bahwa aksi-aksi tersebut dilakukan oleh jaringan kelompok sipil bersenjata yang menargetkan keresahan dan ketakutan massa. Terlebih lagi, awal juli nanti ada momen peringatan ultah OPM dan rencana kunjungan presiden SBY ke Raimuna, Papua.
"Aksi-aksi kekerasan yang mulai acak polanya ini juga dimaksudkan untuk memancing reaksi tindakan represif dari kalangan aparat polisi dan prajurit TNI. Tidak menutup kemungkinan aksi ini akan berlangsung saat presiden kesana. Harus hati-hati," jelas Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq, saat dihubungi, Ahad (10/6).
Wasekjen PKS ini menyatakan sejauh ini Polda Papua telah menahan tiga orang yang diduga terkait jaringan aksi dan terus mendalami aktor atau pelaku utamanya. Namun, kelompok masyarakat yang ditemui tim berpandangan berbeda. Mereka menduga aksi tersebut dilakukan oleh pihak lain yang bersenjata.
Tim Komisi I menegaskan penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas namun cermat. Kerawanan situasi bisa memicu aksi-aksi balasan. Tim juga mendesak agar aparat atau pasukan non-organik ditarik dari Papua dan polisi bersama TNI dan aparat intelijen terus tingkatkan koordinasi.
Adapun mengenai tidak efektifnya pemda ditandai dengan penundaan Pilgub Papua yang sudah 1,5 tahun dan diwarnai konflik kewenangan antara KPUD, DPRP, dan MRP. Penundaan ini juga memicu konflik lain yang berpotensi makin memanas. Saat ini konflik sengketa kewenangan ini sedang diproses MK.
"Kami mendesak Mendagri bersama KPU untuk mengambil langkah cepat dan tegas memastikan pelaksanaan pilkada mengacu kepada UU Otsus Papua," paparnya. Indikator lain adalah konflik pilkada di beberapa kabupaten yang masih berlanjut.
Temuan lain adalah banyaknya Bupati di kabupaten-kabupaten yang jarang ada di daerahnya dengan berbagai alasan. Kondisi ini membuat fungsi pelayanan publik dan percepatan program pembangunan di Papua terhambat. Tim juga menemukan adanya pergeseran konstelasi kekuatan-kekuatan politik yang membuat warga pegunungan turun ke wilayah pesisir dan membangun kantong-kantong kekuatan sosial dan politik baru. Kondisi ini melahirkan kerawanan sosial baru dan juga kerawanan politik.