REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI-- Seorang delegasi Mahkamah Kriminal Internasional (ICC) ditahan di Libya setelah salah satu pengacara mereka membawa dokumen mencurigakan untuk menangkap putra Muammar Qaddafi,Saif al-Islam, akhir pekan lalu. Pengacara Australia bernama Melinda Taylor adalah salah satu dari empat delegasi ICC yang diizinkan Jaksa Agung Libya untuk mengunjungi Saif al-Islam di pegunungan barat Zintan.
"Selama kunjungannya, pengacara mencoba memberi dokumen kepada Saif, dokumen berisi hal yang berbahaya bagi keamanan Libya,"kata pengacara yang mewakili Libya di ICC, Ahmed al-Jehani. Menurut Jehani, dokumen itu tidak ada hubungannya dengan kasus Saif.
Jehani mengatakan, dokumen-dokumen itu berasal dari beberapa orang termasuk mantan tangan kanan Saif, Mohammed Ismail. Selain itu, terdapat pula dokumen kosong yang telah ditandatangani oleh Saif. Mengenai Taylor, Jehani mengatakan, pengacara ICC itu ditahan di sebuah penginapan bersama rekan-rekannya. Ketika ditanya apakah Taylor akan segera dibebaskan, Jehani berharap pengacara asal Australia itu dapat segera dibebaskan.
Meski begitu, hal yang berbeda diungkapkan kepala brigade yang menangkap Saif. Ia menemukan rekaman dan bahan untuk memata-matai dari beberapa anggota ICC. "Kami menginterogasi mereka dan menerima seruan untuk membebaskan mereka, tapi kami adalah nasionalis dan menolaknya," kata Alajmu Ali Ahmed al-Atiri. Anggota dan pengacara tersebut masih dalam tahanan sampai interogasi lebih lanjut.
Attiri pun mengatakan, ICC sebelumnya telah meminta untuk bertemu secara pribadi dengan Saif al-Islam tetapi ditolak. "Kami menipu tim ICC dengan mewakilkan salah satu dari kita yang buta huruf dan tua, tapi sebenarnya adalah orang bijak yang dapat berbicara empat bahasa termasuk Inggris," katanya.
Kemudian, wakilnya tersebut melihat pengacara ICC memiliki surat yang ditulis dalam bahasa Inggris yang berisi persetujuan Saif untuk dipindah ke pengadilan ICC. Lanjut Attiri, setelah ia mencari Taylir, mereka menemukan surat dari Mohammed Ismail untuk Saif dan satu lagi lagi ditulis kembali ke Ismail.
Pengadilan yang berbasis di Den Haag itu terjebak dalam perang tarik ulur dengan Dewan Transisi Nasional (NTC) Libya tentang siapa yang harus mengadili Saif al-Islam, yang ditangkap tahun lalu setelah kematian ayahnya, Moammar Khadafi.
Tripoli menganggap Seif harus diadili di Libya karena merupakan masalah harga diri nasional dan sebagai nilai transformasi tuduhan terhadap Seif yang akan diselenggarakan di Libya. Sementara kelompok hak asasi manusia mempertanyakan apakah sistem peradilan di Libya dapat memenuhi standar hukum internasional. Mereka meminta Seif harus diserahkan kepada ICC.