REPUBLIKA.CO.ID, Pada Agustus, 2009, Benyamin Netanyahu, yang baru saja terpilih kembali menjadi perdana menteri sekaliugs kepala partai konservatif, Likud, datang ke Berling. Netanyahu menjelaskan kepada Merkel, pentingnya kapal selam bagi Israel.
Ia menjelaskan belum ada strategi pertahanan khusus, kawasan udara dan laur sebagai zona buffer. "Kami butuh enam kapal," ujar salah satu delegasi menirukan pernyataan Netanyahu kepada Merkel dalam kunjungannya ke Berlin. Israel juga meminta donasi Jerman dalam kapal selam itu, seperti yang telah dilakukan sebelumya.
Saat itu Merkel merespon dengan tiga syarat sebagai pertukaran. Pertama, Israel harus menghentikan kebijakan pengembangan pemukiman, kedua pemerintah harus melepas aset pajak milik otoritas Palestina yang dibekukan Israel. Terakhir, Israel harus mengizinkan konstruksi manajemen air limbah dan buangan di Jalur Gaza yang bakal didanai pula oleh Jerman.
Faktor kritis, imbuh Kanselor, ialah mutlak kerahasiaan. Jika ada detil yang bocor, kesepakatan batal karena penolakan dari Bundestag--julukan untuk parlemen Jerman--bisa terlampau besar untuk diatasi.
Dua pemimpin itu sepakat pula, menunjuk diplomat Jerman, Cristoph Heusgen dan penasihan keamanan Israel, Uzi Arad, bertanggung jawab membahas detil-detil yang diperlukan.
Kontrakpun diteken pada 20 Maret 2012, di kediaman duta besar Israel di Berlin. Menteri Pertahanan, Ehud Barak, terbang khusus untuk bertemu dengan sekretaris negara dari Kementrian Pertahanan Federal Jerman, Rüdiger Wolf, yang menandatangani atas nama pemerintah Jerman.
Sekali lagi, karena Israel memiliki masalah keuangan, Jerman membuat konsesi lebih jauh, menyepakati donasi sebesar 170 juta dolar, sepertiga dari ongkos pembuatan kapal selam. Israel dibolehkan mencicil hingga 2015. Keputusan itu mendorong Netanyahu merasa wajib mengekspresikan rasa terima kasih lewat surat resmi yang ditulisnya tangannya sendiri.
Namun, kekecewaan di dalam pemerintahan Jerman meningkat, karena Netanyahu dengan enteng mengabaikan permintaan-permintaan Merkel. Kebijakan konstruksi pemukiman jalan terus dan tak ada kelanjutan kabar seputar proyek fasilitas pengolahan limbah di Jalur Gaza.
Pemerintah Israel hanya mencairkan uang pajak milik Palestina. Merkel tiba pada kesimpulan tak ada guna berkata apa pun kepada Netanyahu, karena ia pasti tak mau mendengar apa pun juga.
Alasan itu dibuat untuk menghentikan produksi kapal selam? Tidak juga. Bila langkah itu diambil Israel akan mendapat sinyal bahwa dukungan Jerman sarat muatan. Tak hanya itu, menurut Spiegel, penghentian bisa membuat Jerman terlihat kurang memiliki rasa solidaritas, sesuatu yang tak diinginkan Merkel.
Menurut analisa majalah Jerman itu, sang Kanselor kehilangan satu dari sedikit sumber daya pemerintahannya untuk memasukkan pengaruh ke pemerintah Israel yang selama ini menjajah Palestina. Konstruksi terus berlanjut. Kapal selam keempat, dinamai Tanin, dirilis awal Mei dan akan dikirimkan awal 2013. Kapal Selam nomor lima menyusul pada 2014 dan yang terakhir nomor enam pada 2017.
Kapal selam ini penting terutama bagi Israel, karena mereka dilengkapi dengan revolusi teknologi, yakni propulsi sel bahan bakar yang memungkinkan kapal bekerja lebih diam-diam dan dalam periode waktu lebih lama.
Kapal selam kelas Dolphin di awal-awal harus selalu naik ke permukaan setiap beberapa hari untuk menyetel ulang mesin disel dan mengisi ulang daya baterai untuk melanjutkan perjalanan bawah air. Sistem propulsi baru ini, yang tak membutuhkan jeda ke permukaan, memperbesar peningkatan kegunaan kapal selam.
Mereka bakal mampu bergerak di bawah air hingga empat kali lebih lama ketimbang versi Dolphin lama. Sel bahan bakar juga memungkinkan untuk terus di bawah air paling sedikit 18 hari sekali waktu. Terpenting, Teluk Persia di lepas pantai Iran tidak lagi di luar jangkauan rentang operasi armada perang Israel, semuanya berterima kasih kepada kualitas insinyur dan pakar dari Jerman.