REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW--Kekerasan sektarian di Myanmar diyakini tidak akan meluas ke seluruh negeri. Hal itu disampaikan organisasi riset berbasis di Yangon. "Tidak mungkin menyebar," kata U Tin Maung Thann, Presiden organisasi itu, seperti dikutip onislam.net, Senin (11/6).
U Tin mengatakan komunitas muslim di Myanmar memiliki pengalaman hidup berdampingan dengan etnis lain di Myanmar. Namun, ia tidak menyebut alasannya secara detail terkait pernyataannya itu. Meski masalah sebenarnya terkait dengan status Rohingya.
Ko Ko Gyi, aktivis yang menghabiskan 18 tahun penjara karena menentang pemerintah militer sebelumnya, menyebut kekerasan yang terjadi terkait dengan status Rohingya. Ia menyebut masyarakat internasional harus menemukan solusi terkait status Rohingya. Sebab, Rohingya bukanlah bagian dari Myanmar.
"Ini adalah masalah kedaulatan nasional. Siapa saja yang ingin memiliki kewarganegaraan Myanmar harus belajar bahasa dan budaya Myanmar," kata dia kepada New York Times.
Status kewarganegaraan Rohingya hingga kini tidaklah jelas. Menurut Undang-undang Kewarganegaraan Myanmar yang diamandemen tahun 1982, etnis Rohingya bukanlah bagian dari Myanmar. Mereka pun dianggap sebagai imigran ilegal di tanah airnya sendiri.
Seiring status mereka yang tidak berkewarganegaraan manapun, mereka mulai mengalami beragam kesulitan, seperti misal kekurangan pangan. Karena desakan ekonomi, setiap tahun ribuan Rohingya mengungsi dari Myanmar melakukan perjalanan berbahaya dengan bekal seadanya menuju Thailand dan Malaysia.
Mereka bekerja sebagai buruh ilegal dengan upah minim. Tapi bukan berarti mereka selamat dari pengejaran imigrasi negara tujuan. Jika tertangkap mereka akan dikembalikan ke negeri asalnya. Tentu, mereka bakal menghadapi mimpi kembali.
Seperti diberitakan sebelumnya, kekerasan sektarian kembali terjadi di Myanmar. Dalam bentrokan itu, sepuluh orang muslim tewas dan ratusan rumah dibakar.
Muslim Myanmar mencapai lima persen dari 53 juta penduduk Myanmar. Kelompok terbesar muslim Myanmar adalah etnis-Bengali, umumnya dikenal sebagai Rohingya. Mereka menetap di provinsi Rakhine. Sisanya adalah muslim keturunan India dan Cina masing-masing menetap di Yangon.