REPUBLIKA.CO.ID, Dua hari kemudian, Rasulullah baru menemui Tsumamah. “Apa kabar, hai Tsumamah?” sapa Rasulullah ramah.
“Baik, ya Rasulullah!” jawab Tsumamah, “Jika engkau membunuhku, berarti engkau membunuh orang yang pasti akan dituntut bela kematiannya. Jika engkau memaafkanku, engkau memaafkan orang yang tahu berterimah kasih. Jika engkau minta tebusan, mintalah! Akan kuberi berapa pun yang engkau minta.”
Rasulullah tersenyum mendengar jawaban Tsumamah. Beliau segera berlalu meninggalkannya dan memerintahkan kepada para sahabat untuk memperlakukan Tsumamah dengan baik.
Pada hari berikutnya, Rasulullah kembali mendatangi Tsumamah. “Apa kabar, wahai Tsumamah?” sapa Rasulullah.
“Tidak ada kabar selain seperti yang telah kusampaikan kemarin. Jika engkau membunuhku, berarti engkau membunuh orang yang pasti akan dituntut bela kematiannya. Jika engkau memaafkanku, engkau memaafkan orang yang tahu berterimah kasih. Jika engkau minta tebusan, mintalah! Akan kuberi berapa pun yang engkau minta.” jawab Tsumamah.
Rasulullah kembali tersenyum seraya berlalu meninggalkan Tsumamah. Sebagai tawanan, ia tetap diperlakukan Nabi dan para sahabat dengan baik. Hari berikutnya, Rasulullah kembali menemui Tsumamah dan berbicara kepadanya. “Apa kabar, hai Tsumamah?” sapa Rasulullah.
Tsumamah kembali menjawab seperti apa yang ia ucapkan sehari sebelumnya. “Baik, ya Rasulullah!” jawab Tsumamah, “Jika engkau membunuhku, berarti engkau membunuh orang yang pasti akan dituntut bela kematiannya. Jika engkau memaafkanku, engkau memaafkan orang yang tahu berterimah kasih. Jika engkau minta tebusan, mintalah! Akan kuberi berapa pun yang engkau minta.”
Rasulullah berpaling kepada para sahabat seraya berkata, “Bebaskan Tsumamah. Biarkan ia pergi ke mana ia suka!”