Kamis 14 Jun 2012 23:55 WIB

Jawa Barat Intoleransi? Nanti Dulu

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Hafidz Muftisany
Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf
Foto: Republika/Edwin
Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG—Tudingan masyarakat internasional tentang Jabar intolernasi akan dijawab dengan data oleh Pemprov Jabar. Menurut Wakil Gubernur Jabar, Dede Yusuf, kalau ada yang menuduh Jabar intoleransi itu salah.

Oleh karena itu, Pemprov Jabar akan menjawabnya dengan data. Yakni, dengan menyampaikan kondisi sebenarnya seperti apa, penyelesaian yang sudah dilakukan bagaimana dan apa saja yang sudah dilakukan pemerintah beserta perangkat hukumnya.

‘’Harus berimbang, kalau ada tuduhan seperti itu akan kami counter dengan data,’’ ujar Dede usai Rapat Fasilitasi Koordinasi Pimpinan Daerah dalam Rangka Mewujudkan Ketentraman , Ketertiban Masyarakat di Jabar, Kamis (14/6).

Dede mengatakan, untuk menyikapi berbagai hal stretegis termasuk masalah intoleransi yang terjadi di Jabar, Pemprov Jabar bersama unsur pimpinan daerah rutin menggelar rapat. Masalah lain yang dibahas dalam pertemuan tersebut adalah narkoba dan buruh dan beberapa masalah yang sedang dihadapi kabupaten/kota  diangkat untuk dipecahkan bersama.

‘’Di dalam rapat forum ini, kami mendorong kabupaten/kota untuk melakukan apa yang harus dilakukan,’’ tegas Dede.

 Salah satu masalah intoleransi yang dibahas dalam pertemuan tersebut, kata Dede, mengenai beberapa kasus pendirian gereja yang menjadi konflik di masyarakat. Misalnya, Penolakan Gereja Yasmin Kel Curug Mekar Kota Bogor dan HKBP di Kabupaten Bekasi. Semua aparat, sudah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut. Sehingga, masalah tersebut bisa terselesaikan.

‘’Pemerintah daerah sebenarnya sudah memberikan lokasi baru untuk gereja HKBP tapi kan umatnya yang enggan dipindahkan,’’ imbuh Dede.

Dede berharap, ke depan semua pihak harus melakukan antisipasi agar masalah semacam itu tak terjadi lagi. Yakni, dengan mengikuti semua prosedur dan kajiannya. Saat akan dijadikan perumahan, bupati/walikota harus meminta pengembang membuat pemetaan yang jelas mana yang akan dijadikan sebagai sarana ibadah, fasilitas umum dan fasilitas sosialnya.

‘’Jangan ada rumah, mal tiba-tiba dijadikan rumah ibadah,’’ tegas Dede

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement