REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Perseroan Terbatas (PT) Pertamina Geothermal Energy (PGE) menginginkan agar pemerintah segera menetapkan kebijakan yang sesuai mengenai harga listrik geothermal.
"Harga jual listrik geothermal saat ini masih rendah, misalnya, di Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang IV harganya masih USD 3 sen per kWh. Pemerintah dapat membantu pengembangan sektor produksi listrik geothermal melalui kebijakan harga yang masuk akal," kata Presiden Direktur PT PGE Slamet Riadhy di Jakarta, Senin.
Menurut Slamet, industri pembangkit listrik bertenaga geothermal masih menjadi bisnis yang memiliki risiko tinggi dan memerlukan investasi yang besar.
PGE mengharapkan agar harga jual listrik dari energi geothermal yang diproduksi di Ulubelu 3 dan 4 kelak lebih baik dari Ulubelu 1 dan 2 yang akan segera beroperasi, atau setidaknya sesuai dengan ketetapan tarif yang ditentukan pemerintah.
"Dari segi ekonomis, kami berharap tarif yang ditetapkan oleh pemerintah 'reasonable'. Untuk uap Rp7 sen per kWh, sedangkan listrik Rp10 per kWh. Jadi, harga listrik geothermalnya di atas Rp4,2 sen per kWh," kata Slamet.
Slamet mengungkapkan, saat ini, PT PGE mengelola energi listrik geothermal sebesar 292 megawatt (MW), dan dari jumlah tersebut, sekitar 20 MW diproduksi dari PLTP Lahendong.
Tahun ini, lanjut Slamet, PGE memasang target produksi sebesar 110 MW dari kawasan geothermal di PLTP Ulubelu 1 dan 2.
"Jadi, dari Ulubelu 1 dan 2 ini kami jual ke PLN sehingga tidak perlu meminjam dari Bank Dunia. Namun, untuk pembangunan PLTP Ulubelu 3 dan 4, kami harus pinjam karena perlu dibangun powerplant," ujar Slamet.
Slamet menuturkan pinjaman yang dimaksud itu merupakan pinjaman lunak dari Bank Dunia sebesar 300 juta dolar AS untuk mendorong realisasi produksi listrik geothermal 1.000 MW, terutama untuk wilayah Sumatera dan Sulawesi.