REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN - Polemik terkait klaim tarian Tor-tor dan Gondang Sambilan akhirnya mendapat jawaban dari Pemerintah Malaysia. Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato' Syed Munshe Afdzaruddin telah memberikan klarifikasi terkait hal tersebut.
Anggota DPD RI utusan Sumatera Utara, Parlindungan Purba, menegaskan, Pemerintah Malaysia membantah mengklaim tarian Tor-tor dan Gondang Sambilan sebagai budaya negara itu.
"Malaysia mengaku terjadi kesalahpahaman. Bukan diklaim sebagai budaya negara tersebut, tetapi hanya usulan pencatatan terhadap warisan budaya yang dimiliki komonitas Mandailing di Malaysia, dimana budaya itu merupakan dari Sumatera Utara," katanya yang dihubungi melalui telepon selular dari Medan, Selasa (19/6).
Parlindungan bersama anggota DPD RI utusan Sumut lainnya, Darmayanti Lubis, sedang berada di Jakarta, Selasa (19/6) mengadakan pertemuan dengan Duta Besar Malaysia untuk Indonesia, Dato' Syed Munshe Afdzaruddin untuk mengkonfirmasi dan membahas masalah adanya pengklaiman bahwa Tor-tor dan Gondang Sambilan merupakan budaya Malaysia.
Kondisi itu menimbulkan "keributan" di masyarakat Indonesia khususnya di Sumut. Parlindungan menjelaskan, dalam pertemuan itu, Dato' Syed Munshe mengulang pernyataan Kepala Penerangan Sosial dan Budaya KBRI di Malaysia, Suryana Sastradireja, yang mengatakan bahwa Malaysia tidak bermaksud untuk mengklaim Tor-tor dan Gondang Sambilan menjadi bagian dari budaya Malaysia.
Namun, yang dilakukan oleh komunitas Mandailing yang ada di Malaysia, kata dia, adalah usulan pencatatan terhadap warisan budaya yang dimiliki oleh masyarakat suku itu.
Pernyataan Suryana tersebut sendiri diakui Dato' Syed, setelah melakukan komunikasi dengan Menteri Informasi, Komunikasi dan Kebudayaan Malaysia, Datuk Seri Dr Rais Yatim dan pimpinan masyarakat Mandailing di Malaysia.
Mengutip pernyataan Dato' Syed, Parlindungan, menyebutkan bahwa pencatatan tersebut hanya untuk memenuhi ketentuan administrasi yang berlaku di Malaysia.
"Dato' Syed juga menjamin bahwa tidak akan ada tindak lanjut dari pencatatan tersebut, apalagi sampai mencatatkan kedua kebudayaan itu sebagai milik Malaysia ke UNESCO seperti yang disebut-sebut,"kata Parlindungann.
Sebagai konsekuensi pencatatan budaya itu, komunitas Mandailing di Malaysia berkewajiban untuk melestarikan budaya tersebut.
Usulan pencatatan yang berasal dari komunitas Mandailing di Malaysia itu dilakukan karena ingin budaya tersebut diakui sama tinggi dengan budaya lain yang telah dicatatkan sebelumnya seperti budaya Jawa, Bugis, China, Melayu dan lain-lainnya .
"Menurut Dato' Syed, pencatatan dilakukan di bawah Section 67 Undang-Undang Tentang Warisan Budaya Tahun 2005," ujar Parlindungan.
Parlindungan menyebutkan, hasil pertemuan dengan pihak Malaysia akan disampaikan resmi ke pihak-pihak terkait dan termasuk ke masyarakat khususnya warga Sumut.
Media massa diharapkan bisa membantu penyebarluasan pernyataan pihak Malaysia agar tidak lagi terjadi polemik berkepanjangan soal Tor-tor dan Gondang Sambilan.
Di balik kasus itu, ada hikmahnya dimana semua kalangan harus menjaga dan melestarikan kebudayaan Indonesia.
"Masyarakat Indonesia harus bangga kalau bangsa lain menyukai budaya Indonesia sekaligus mempromosikannya ke penjuru dunia. Itu adalah bentuk pengakuan bangsa lain asal jangan diklaim menjadi budaya negara lain,"katanya.