REPUBLIKA.CO.ID, Suriah mengatakan siap untuk menjalankan seruan PBB untuk mengevakuasi warga sipilnya dari kota Homs, Suriah Tengah, yang dibombardir pasukan pemerintah sejak Juni lalu dalam usaha untuk menghentikan pergolakan antipemerintah yang telah berlangsung 15 bulan.
Kementerian Luar Negeri Suriah mengatakan, Selasa (19/6), pihaknya telah menghubungi para pemantau PBB yang berada di negara itu dan para pejabat setempat dalam usaha mengatur evakuasi dari Homs, di mana para aktivis oposisi mengatakan, sekitar 1000 keluarga telah terperangkap di sana.
Namun, pemerintah Suriah mengatakan, usaha-usaha para pemantau itu gagal karena gangguan dari kelompok-kelompok teroris bersenjata, istilah yang digunakan untuk merujuk pada para pemberontak yang memimpin usaha pembangkangan.
Pernyataan pemerintah Suriah juga menuduh para pemberontak menggunakan warga sipil di Homs sebagai tameng manusia.
Kepala pemantau PBB Robert Mood telah menyerukan kepada pemerintah Suriah untuk mengizinkan perempuan, anak, dan mereka yang terluka untuk meninggalkan Homs dan kawasan-kawasan tempur lainnya.
Organisasi Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris mengatakan, puluhan orang yang terluka terjebak di Homs dan kawasan-kawasan lain yang didominasi pemberontak tanpa obat-obatan dan dokter.
Mood, yang seorang jenderal asal Norwegia, dijadwalkan akan memberikan keterangan di hadapan Dewan Keamanan PBB di New York Selasa ini mengenai status tim beranggotakan 300 pemantau yang dihentikan untuk sementara waktu karena meningkatnya kekerasan di Suriah.
Dubes Inggris untuk PBB Lyall Grant mengatakan Senin, banyak anggota Dewan Keamanan yang akan menanyakan pandangan Mood mengenai prospek misi itu dalam mencapai mandatnya dalam krisis Suriah.
Dalam beberapa pekan terakhir, para pemantau tidak bersenjata itu telah terjebak dalam beberapa insiden penembakan dan pemboman yang merusak kendaraan-kendaraan PBB meskipun tidak ada personil PBB yang terluka.